Senin, 06 April 2009

Suka Duka jadi Rekruter di Pedalaman (1)

Saya adalah seorang praktisi HRD dengan spesialisasi di rekrutmen dan training. Selama 1 tahun ini, saya bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di industri pengolahan kayu dan ditempatkan di Merauke, Papua. Jika anda mendengar kata Papua, apa yang terbayang di benak Anda ? Kalau saya, yang terbayang di benak saya saat pertama kali ditawari bekerja di Merauke adalah kondisi alam yang menantang dan SDM yang kualitasnya jauh tertinggal dari SDM yang ada di Jawa, dan...bayangan saya tepat sekali dengan kenyataan. Ada banyak kisah duka yang menguras emosi dan membuat saya berlinangan air mata, dan hanya sedikit saja kisah suka ketika menjalankan tugas di Tanah Papua tercinta ini. Tapi, saya percaya ini hanya terjadi di awal-awal saja karena proyek perusahaan saya yang masih embrio. Dan jika perusahaan ini terus berkembang dan eksis, saya yakin kisah suka akan lebih banyak menghiasi hari-hari saya dibanding kisah duka. Berhubung peristiwa yang terjadi saat ini adalah sesuatu yang tidak bisa diulang dan pengalaman adalah guru yang paling baik di dunia, maka saya mencoba untuk menuliskan semua hal yang saya alami-baik suka maupun duka, di blog ini agar bisa menjadi bahan pembelajaran bagi saya di kemudian hari atau bagi siapapun yang membutuhkan.

Kisah pertama saya akan diawali dengan kisah duka. Tiba di Merauke, saya langsung dihadapkan pada job desc yang tidak jelas karena saya adalah satu-satunya HRD di masa itu. Alhasil, saya stress luar biasa di 3 bulan pertama karena saya harus mengerjakan hal-hal yang tidak ada dalam kamus pengalaman saya selama ini. Bahkan, pekerjaan yang biasa saya lakukan-pun tidaklah mudah untuk dilaksanakan karena berbagai kendala. Sebagai seorang rekruter tentu saja tugas utama saya adalah merekrut kandidat yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan serta permintaan user. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengerjakan tugas itu adalah mempublikasikan lowongan kerja dan sourcing kandidat dari data yang ada. Langkah awal ini mudah untuk dilakukan meski menggunakan media konvensional, yaitu lewat RRI, dengan biaya Rp. 25.000/siaran. Animo masyarakat-pun cukup bagus, yang terbukti dari banyaknya lamaran yang masuk setelah pengumuman lowongan disiarkan.

Kendala mulai ada ketika langkah kedua rekrutmen dijalankan, yaitu pemanggilan kandidat dan dari sinilah kisah duka saya dimulai!

"Hmmm...kandidat ini sepertinya bisa untuk posisi itu. Panggil ah!" *ini pikiran saya ketika sedang sourcing lamaran*
"Tit..tut...tit...tut...tit...tut...tit...tut...tit...tut...tit...tut" *saya memencet nomer telpon yang tertera di surat lamaran dengan semangat 45*
"
Maaf...nomer yang anda hubungi tidak aktif atau berada di luar jangkauan" *ini adalah jawaban yang saya terima dari seberang sana*
"
Hmm...belum beruntung ni, orang. Coba yang lain ah!" *Saya belum menyerah ketika yang pertama gagal dihubungi*
"Tit..tut...tit...tut...tit...tut...tit...tut...tit...tut...tit...tut" *adegan pemencetan nomer telpon kandidat terulang
"
Truuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuttttttttttttttttttt" *suara di seberang diganti dengan bunyi bising

Dan, adegan di atas terjadi berkali-kali hingga stok lamaran yang bisa dipertimbangkan telah habis di tangan saya. Damn! Apakah orang-orang ini semua HPnya dicuri atau habis masa aktifnya bersama-sama ? Saya-pun menggerutu sendiri! Inilah akibat dari murahnya kartu perdana...membuat konsumen gampang ganti nomer dan akhirnya menyusahkan rekruter seperti saya. Fenomena ini membuat saya tertarik untuk membuat penelitian dengan hipotesa "Semakin murah kartu perdana maka semakin sulit orang mendapatkan rejeki dari perusahaan" Fiuh!

Kendala lainnya adalah...banyak kandidat tidak punya nomer telepon. OMG! Serasa kembali ke tahun 80-an deh! Alhasil, saya terpaksa menggunakan pilihan terakhir, yaitu memakai jasa 'pak pos melayang di udara' alias radio, untuk memanggil kandidat-kandidat yang saya inginkan. Hasilnya...hanya 50% yang mendengar dan datang! Niat gak sih ?????!!!!!!!!@@@@########

Belajar dari pengalaman pertama yang buruk, saya akhirnya memasang berita tambahan setiap kali membuka pengumuman lowongan, yaitu mohon mencantumkan nomer telepon yang bisa dihubungi di surat lamaran! Hasilnya...yang mencantumkan nomer telepon prosentasenya meningkat! Tapi, tidak menjamin bisa dihubungi ketika waktu pemanggilan tiba karena...kartu perdana sangat murah dan sinyal jatuhnya tidak merata! Damn again!

-to be continued-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar