Selasa, 31 Maret 2009

Laporan...laporan...laporan

5 menit yang lalu, saya menerima email dari manager saya di Jakarta. Beliau meminta laporan mingguan.

Dear All,

Sesuai dengan pertemuan di site ,untuk HR report : Daily, Weekly & Monthly

Kita sepakat utk start from tgl 21 Maret, akan ada weekly report terutama utk laporan OT & Premi proyek ,

termasuk evidence atas penyimpangan atas jam kerja/OT ,

if ada Up to today belum ada report ?


Oh tidak...saya paling tidak bisa diminta untuk membuat laporan...dari dulu! Buat saya, laporan terlalu menyita energi dan waktu sedangkan hasilnya kadang tidak sebanding. Apalagi yang sifatnya mingguan! Duh...jangan-jangan waktu hanya akan habis untuk membuat laporan dan gak sempat lagi untuk bekerja. Hehehe....terlalu berlebihan ya ? Tapi, memang sih...kalau bagi saya, membuat laporan adalah hal yang paling memusingkan. Pusing disuruh mengingat-ingat kembali atau membuka arsip hanya untuk membuat laporan!

Saya jadi teringat ketika bekerja di perusahaan sebelumnya, yaitu di perusahaan media cukup terkemuka di Indonesia. Saya suka menunda membuat laporan, alhasil...ketika mau resign dan pindah ke perusahaan sekarang, saya harus berusaha keras menyelesaikan laporan-laporan yang terbengkalai. Saya bukannya tidak bisa membuat laporan tapi entah mengapa energi saya tidak pernah terdistribusi secara merata. Saya senang mempersiapkan segala sesuatu dan melaksanakan apa yang saya rencanakan tersebut, tapi giliran diminta untuk membuat laporannya, terutama laporan kegiatan, saya langsung mati ide. Energi saya melesat tinggi ketika pre dan during kegiatan, dan menukik turun tajam di post kegiatan.

Kesulitan membuat laporan bukan hanya saya alami ketika bekerja saja, tapi sudah sejak kuliah. Ketika saya masih aktif menjadi ketua divisi litbang di sebuah organisasi pecinta alam, bernama PALAPSI, saya sering sekali diminta untuk membuat sebuah kegiatan dalam skala besar dengan konsep yang cukup wah, seperti membuat program kreativitas mahasiswa dengan tema Outbound Training untuk mengurangi Agresivitas Remaja, dan beberapa penelitian kemasyarakatan. Keren kan ? *mode narsis on* Kegiatan-kegiatan tersebut saya lakukan dengan semangat 45, terutama saat pembuatan konsep. Dan, ketika konsep itu diterima dengan tepukan tangan oleh berbagai pihak, saya-pun semangat untuk melaksanakan kegiatan tersebut dengan sempurna. Tapi, seringkali pelaksanaan tak seindah konsep, sehingga ketika diminta membuat laporan, saya tak lagi bersemangat. Hehehe...ini sebenarnya sebuah denial bahwa saya tidak sanggup mengalami kegagalan. Eits...tapi itu tidak hanya dialami oleh saya seorang lho! Teman-teman satu organisasi juga paling malas jika diminta untuk membuat laporan. Gejala apa ya ini ?

Saya pernah di tes di sebuah lembaga psikologi terkenal di Jakarta dalam rangka tes masuk sebuah perusahaan. Mau tahu hasilnya ?

Subjek perlu diyakinkan bahwa tugas yang sifatnya administratif dan pembuatan laporan penting untuk dilakukan dalam sebuah pekerjaan.
Saya jadi curiga...ketidakmampuan saya membuat laporan adalah bawaan orok. Hmm...jika begitu adanya, posisi apa ya...eh...pekerjaan apa ya yang cocok untuk saya ? *garuk-garuk kepala*






Senin, 30 Maret 2009

Aku Ulang Tahun

Hari ini saya genap berusia 28 tahun. Tak ada yang istimewa di hari ulang tahun kali ini, selain inilah ulang tahun kedua yang saya lewati di tanah perantauan, jauh dari keluarga dan sahabat. Ulang tahun ini saya tak berani berharap banyak dan tidak mempunyai impian yang muluk.

Ulang tahun kali ini juga relatif sepi, tidak banyak yang mengingat hari ulang tahun saya. Sedih sekali! Bahkan orang tua-pun lupa karena mereka ingatnya saya berulang tahun esok hari, tanggal 31 Maret. Duh...saya sudah jadi anak mereka selama 28 tahun dan mereka lupa hari ulang tahun saya. Tapi, tak mengapa...yang penting, saya selalu ada di hati mereka *mode percaya diri on*.

Doa-doa yang saya dapatkan hari ini kebanyakan adalah semoga saya cepat mendapatkan jodoh. Hehehehe...memang sudah waktunya sih! Jadi ingat...dulu saya sering bermimpi bahwa saya akan menikah di usia 28...akankah mimpi saya menjadi kenyataan ? Hanya TUHAN yang tahu!

Happy Birthday for myself!

Sabtu, 28 Maret 2009

Enaknya Makan Tahu


Pagi ini saya merasa sangat lapar dan bergegas ke kantor agar punya waktu untuk sarapan di kantor. Maklum, sedang tanggal tua jadi pengeluaran mesti dihitung dengan cermat termasuk pengeluaran yang berhubungan dengan perut. Dan, menu sarapan di kantor memang tak pernah berubah dari hari ke hari...selalu sama, yaitu oseng-oseng kacang yang kadang diganti dengan sarden, dan menu wajib tempe-tahu. Khusus tempe dan tahu, menjadi hidangan wajib tidak hanya waktu sarapan, tapi juga waktu makan siang dan malam. Tanpa berpikir panjang, saya akhirnya mencomot 1 tahu goreng. Yummy...!

Daripada tempe, saya memang lebih suka dengan tahu. Rasanya yang gurih dan ringan membuat saya tidak pernah bosan untuk makan tahu. Segala jenis tahu dari daerah manapun, saya pasti suka. Tapi, yang paling saya suka tentu saja tahu yang dibuat oleh pabrik rumahan di dekat rumah saya di Jember. Hmm...kapan ya terakhir kali makan tahu itu ? Beginilah kalau jarang mudik, jadinya tidak bisa menikmati makanan kegemaran! Tahu yang dibuat di Arjasa, Jember itu punya tekstur luar yang agak kasar dan kosong di dalam. Tahunya digoreng sampai garing dan enak dimakan dalam kondisi hangat sambil ditaburi garam plus menggigit cabe rawit. Tahu Arjasa juga enak dimakan dengan bumbu rujak. Slurup...! Dan, penggemar tahu Arjasa bukan saya saja, tapi juga teman-teman saya waktu SMA. Kalau mereka main ke rumah, mereka selalu minta dibelikan tahu Arjasa dan dalam hitungan menit pasti langsung tandas.

Tahu adalah makanan yang jamak dijumpai di Indonesia dan sering dikaitkan dengan orang kecil atau masyarakat kurang mampu karena mungkin bentuknya yang kurang menarik dan harganya yang murah sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke bawah. Padahal jika menilik dari sejarahnya, tahu sama sekali bukan makanan 'rendahan'. Tahu adalah makanan yang diciptakan dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Orang pertama yang menciptakan tahu adalah Liu An, seorang bangsawan yang merupakan cucu dari Kaisar Han Gaozu, pendiri dinasti Han (sumber : wikipedia). Nah...penciptanya saja seorang bangsawan, jadi pantaskah tahu dianggap sebagai makanan rendahan ?

Di Indonesia, tahu ada banyak macamnya dan memiliki ciri khas masing-masing yang kemudian diberi nama sesuai dengan nama daerah pembuatnya. Ada tahu sumedang, tahu kediri, dan tahu pong semarang. Selain diolah sebagai tahu goreng, tahu juga bisa dibuat menjadi berbagai macam masakan, seperti tahu fantasi, tahu gejrot, tahu thek, dan lain-lain. Tahu memang nggak ada matinya!

Sudahkah Anda makan tahu hari ini ?

Kamis, 26 Maret 2009

Putaran Roda Nasib



Hari ini saya menerima email undangan pernikahan dari seorang teman kuliah. Duh...ada lagi yang menikah ! Sekarang, setiap kali menerima undangan pernikahan dari seorang teman, hati saya langsung miris. Kapan ya giliran saya menikah ? Sebenarnya, saya tidak terlalu ingin juga untuk menikah karena sejauh ini bayangan saya akan sebuah pernikahan belum berubah, masih seram. Saya tidak sanggup membuat komitmen sehidup semati dengan satu orang yang nantinya akan diberi label 'suami'. Mungkin ini berkaitan dengan karakter saya yang pembosan.

Bicara tentang pernikahan dan membangun keluarga, sepertinya saya memang terlambat menjalani fase perkembangan yang satu ini mengingat usia saya yang sebentar lagi akan bertambah menjadi 28. Melihat profil teman-teman di Facebook atau cerita teman-teman di blog tentang keluarga bahagianya, seperti blog ini , tak urung terbersit rasa iri dengan kehidupan mereka. Kehidupan yang sempurna : memiliki pasangan yang bersedia menghabiskan sisa hidupnya untuk membangun keluarga bersama, memiliki anak yang lucu, karir yang cerah dan kehidupan ekonomi yang mapan. Hmmm...siapa yang tidak menginginkannya ? Benar-benar sebuah kehidupan yang mengikuti jalurnya. Coba bandingkan dengan apa yang saya alami !

Saya belum memiliki pasangan tetap di usia 28, usia yang sudah tidak bisa dibilang muda lagi, bahkan di beberapa tempat, saya pasti dianggap 'perawan tua'. Pasangan saja belum punya, apalagi anak. Hmmm...ada beberapa teman di usia yang sama, sudah punya 2 anak yang duduk di bangku SD dan TK. Bahkan, teman kantor yang usianya sama dengan adik saya saja sudah akan melahirkan sebentar lagi. Duh...!
Sekarang bicara tentang karir : pekerjaan saya sekarang ini cukup mapan. Saya bekerja di sebuah perusahaan swasta yang tergabung dalam sebuah group yang beken di negara ini dengan posisi supervisor dan gaji yang cukup tinggi untuk level saya. Tapi, saya harus pergi jauh dari orang tua dan kampung halaman sebagai kompensasi dari gaji tinggi itu. Dan, belakangan saya tahu bahwa beberapa teman saya dengan profesi yang sama sekarang juga memiliki gaji yang sama tanpa harus pergi jauh dan tanpa resiko yang tinggi seperti yang saya alami sekarang. Duh...hidup rasanya tidak adil ! Mengapa hidup terasa enteng dan mudah bagi beberapa orang dan terasa sulit dan berliku liku bagi yang lain, termasuk saya ?

Tapi, katanya kita harus selalu bersyukur atas apa yang terjadi pada hidup kita meskipun hidup kita tak seindah hidup orang lain. Dan, itulah yang hendak saya lakukan nantinya jika melihat undangan pernikahan. Saya bersyukur atas anugerah kesendirian karena dengan status single...saya memiliki waktu saya sendiri, saya bebas melakukan apapun yang saya inginkan tanpa harus terbebani oleh pikiran tentang suami dan anak-anak, dan saya bebas pula menggunakan seluruh hasil kerja keras saya tanpa harus berpikir bagaimana caranya menyisihkan sebagian pendapatan saya untuk pendidikan anak.

Adakah yang menginginkan hidup saya ?
Hehehe...saya yakin pasti ada...!

Gambar diambil dari www.galih.net. Nice picture!

Rabu, 25 Maret 2009

Pintu Emosi

Hari ini, saya kembali dikejar-kejar oleh pelamar yang ngototnya setengah mati untuk minta diterima sebagai karyawan. Duh...! Saya sudah sangat lelah berkali-kali menolaknya, mulai dari cara halus sampai kasar. Hari ini saya tidak mau menemuinya karena saya sadar sepenuhnya bahwa kondisi emosi saya sedang tidak dalam kondisi yang bagus karena dikejar banyak sekali deadline sehingga jika dipaksakan bertemu dengan pelamar tersebut, bisa dipastikan saya akan meledak dan akan menambah masalah.

Akhirnya, saya memutuskan untuk melarikan diri. Sayangnya, teman-teman hari ini kurang kooperatif. Mereka tidak mau menyampaikan pada pelamar tersebut bahwa saya tidak ada di tempat, malahan meminta saya untuk menemui si pelamar yang katanya sudah marah-marah. Tapi, saya tidak peduli. Saya akhirnya lari ke kamar seorang teman di mess yang letaknya jadi satu dengan kantor. Satu jam saya nongkrong di kamar itu bersama teman yang juga sama-sama melarikan diri dari kejaran para debt collector. Saya memberanikan diri keluar dari kamar ketika istirahat makan siang karena saya kelaparan dan yakin bahwa situasi sudah aman. Dan, tepat seperti dugaan saya bahwa pelamar itu akhirnya pergi seperti yang sudah-sudah. Tapi hari Jumat ini dia akan kembali karena saya berjanji melalui receptionist bahwa atasan saya akan menemuinya hari Jumat. Hmmm...bagaimana ya kira-kira tanggapan atasan saya tentang hal ini ? Sungguh...saya ketakutan pada orang ini karena dia nyaris tiap hari ke kantor untuk minta diterima bekerja dan ini membuat saya merasa tidak nyaman, tidak bisa bergerak dan merasa terancam. Apa hari Jumat saya bolos saja ya ?

Sementara saya ketakutan dan cemas akan keselamatan saya, lagi-lagi teman-teman kantor kurang kooperatif. Mereka membuka pintu penghubung antara kantor dan ruang tamu, tanpa menutupnya kembali sehingga membuat saya jadi deg-deg plas. Saya takut jika pelamar itu melihat keberadaan saya di kantor dan memaksa untuk bertemu. Saya tidak berani membayangkan seandainya hal itu terjadi. Benar-benar membuat senewen! Urusan pintu ini membuat saya sulit konsentrasi bekerja karena posisi duduk saya memang pas sekali menghadap ke pintu. Melihat kondisi ini, saya jadi tidak sabar untuk segera mendapatkan mess baru sehingga bangunan yang sekarang dibagi untuk kantor dan mess dapat digunakan seluruhnya untuk kantor. Jika hal ini terjadi maka saya akan punya ruangan sendiri yang jauh dari pintu yang membuat emosi alias pintu penghubung kantor-ruang tamu.
Dan, saya tidak sabar menunggu hari itu tiba.

Apakah hari ini Anda merasa tidak aman seperti saya dan merasa emosi pada sebuah pintu ?

Senin, 23 Maret 2009

Menanggung Resiko Pekerjaan

Setahun bekerja di Merauke, membuat saya menjadi bersentuhan dengan bahaya karena pekerjaan. Sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya akan saya alami karena di pekerjaan saya di 2 perusahaan sebelumnya, nyaris tidak ada bahaya yang jelas mengancam seperti sekarang.
Saat ini, saya bekerja sebagai seorang supervisor SDM di sebuah perusahaan swasta bonafied yang sedang membuka usaha baru di Merauke. Sebagai seorang supervisor SDM, tugas saya adalah merekrut tenaga kerja, membuat program pelatihan, mengurus gaji karyawan, dan mengerjakan hal-hal lain yang tidak termasuk dalam job desc di kontrak kerja tapi ternyata lebih banyak menyita waktu dan emosi, seperti mengurus rumah, mobilisasi karyawan dari kantor Merauke ke site kerja. Fiuh...!

Rekrutmen sudah saya tekuni sejak saya pertama kali terjun ke dunia industri 3 tahun yang lalu, jadi seharusnya saya mampu menangani pekerjaan ini dengan mudah. Tapi di Merauke, pekerjaan ini menjadi momok bagi saya karena membuat saya berkali-kali harus berhadapan dengan bahaya secara langsung, mulai dari didemo masyarakat hingga teror telpon. Bahkan ada yang pernah mengancam akan mencegat saya di tengah jalan. Ancaman-ancaman ini pulalah yang membuat saya tidak berani keluar kantor, tidak berani naik angkot, dan akhirnya membeli sepeda motor, serta mengganti nomer HP yang sudah setia menemani saya dari tahun 2000.

Banyak teman sebenarnya sudah mengingatkan tentang resiko bekerja di daerah pedalaman, tapi karena saya sangat ingin bekerja di luar Jawa, maka resiko-resiko itu dulu saya abaikan ketika mengambil keputusan pindah kerja. Bekerja di daerah Indonesia Timur memiliki tantangan tersendiri karena SDMnya memiliki kualitas yang jauh dari SDM di Jawa (lebih rendah) tapi dituntut untuk dapat melakukan hal yang sama. Mengapa kualitas mereka jauh dibandingkan dengan SDM di Jawa ? Kita bahas di tulisan yang lain ya...
Sifat kedaerahan masih sangat terasa di sini, sehingga sangat sulit menerapkan rekrutmen 'modern', alhasil jika kita tidak berhasil memuaskan hati SDM pencari kerja disini maka bersiap-siaplah menghadapi teror. Awal-awal saya masih sangat sabar dan selalu memasang muka manis pada setiap pencari kerja, tapi lama kelamaan sikap mereka membuat saya merasa tidak nyaman dan akhirnya kehilangan kesabaran karena mereka tidak pernah mau menerima penjelasan dari saya dan terus merongrong saya untuk diterima bekerja. Sesekali, jika pikiran sedang waras, saya merasa bersalah juga pada mereka karena selalu memasang muka ketus jika mereka bertanya. Mencari kerja dan menuntut pekerjaan kan sebenarnya sah-sah saja dilakukan apalagi di tengah kondisi krisis begini, tapi mengapa saya harus menanggapinya dengan keras. Saya jadi bertanya-tanya apakah saya yang kurang sabar ya ?

Tapi sekarang ini, pikiran saya sedang tidak waras sehingga saya memutuskan untuk cuek. Telepon berdering seratus kali atau sms-sms berebutan memasuki inbox saya hingga penuh, saya tidak mau menggubrisnya sama sekali. Lebih baik mengabaikan daripada menanggapi karena saya merasa sudah lelah. Bobot tubuh saya berkurang, saya sering mengalami psikosomatis, nafas saya sesak...sepertinya memang sudah waktunya untuk mengambil cuti!

Ini adalah sms terakhir yang saya terima hari ini dan tentu saja yang termasuk saya abaikan :
"Maaf klu mnganggu aktifitas anda.sbnrx kmi hnya pngen tau soal kerjaan aj, klu saja msh ad. jauh2 aku mnta nmr hp anda tpi cma sia2 aku telp gk di angkt aku sms gk d bls, ap sbgtu brk skali org miskin sprti kmi ini di mata anda. cuma untk bls sms aj and tdk mau, org mskn mcm kmi in udh gk da artix ya bu."
Orang ini meminta pekerjaan yang sudah dia campakkan karena tidak sesuai dengan keinginannya, tapi belakangan dia meminta untuk dipekerjakan lagi karena katanya dia tidak punya penghasilan. Duh....!

Apa ya yang harus saya lakukan ?



Sabtu, 21 Maret 2009

Bangsa over reaction

Semalam saya melihat siaran liputan kampanye di Metro TV dan RCTI karena hanya 2 stasiun itu yang bersedia mampir di Merauke. Isinya sangat-sangatlah standar, apalagi kalau tidak mencerca kampanye partai ini dan partai itu yang katanya terlalu banyak obral janji.
Hmmm...mungkin saja mereka memang banyak obral janji, tapi kenapa harus dibicarakan terus menerus dan diliput terus menerus seolah-olah hanya dengan berjanji saja, mereka seperti sudah melakukan dosa besar.

Selama saya hidup di Indonesia tercinta ini *sok pernah tinggal di luar negeri* saya jarang sekali mendapati bahwa masyarakat bangsa ini memuji negaranya sendiri, setidaknya melalui media cetak dan elektronik. Yang ada hanyalah cacian, kritikan sepanjang jalan, siapapun yang berkuasa.
Mengapa ya bangsa ini sulit sekali memberikan kata-kata positif bagi bangsanya sendiri, bagi pemerintahnya sendiri ?
Mungkin karena bangsa ini sudah lelah mendapatkan perlakuan buruk. Tapi, bukankah itu sebagian besar karena perilaku mereka sendiri, jadi mengapa harus menyalahkan pemerintah ? Mulai dari perilaku susah diatur, selalu mengharapkan bantuan, malas bekerja, hingga selalu berprasangka buruk kepada orang lain.

Bangsa ini menurut saya selalu berpikiran negatif ! Mungkin hal inilah yang menyebabkan bangsa ini menjadi bangsa yang sulit maju dan selalu over reaction terhadap segala sesuatu, termasuk mengkritisi para caleg yang kampanye. Akhirnya energi habis hanyalah untuk berbalas pantun, saling tangkis menangkis serangan-serangan dan akibatnya...pembangunan yang jadi korban.

Eneg sekali rasanya setiap hari disuguhi tontonan dan sikap yang negatif terus menerus sepanjang hari! Kenapa tidak kita terima saja janji-janji manis mereka karena toh...nanti ada waktunya bagi mereka untuk bekerja mewujudkan janji itu. Jika mereka gagal, pemilu depan tidak perlu kita pilih lagi. Gampang kan ?

Mari kita sukseskan pemilu tahun ini dengan sikap positif demi tercapainya kemajuan bangsa!

I Love U, Indonesia !!


Jumat, 20 Maret 2009

I'm a dreamer

Beberapa hari ini saya merasakan kehampaan, kosong, tanpa greget. Hidup mengalir saja mengikuti rutinitas mulai dari bangun pagi, mandi, berdandan, berangkat menuju kantor, bekerja, menunggu jam berdetak hingga jam 5, pulang, makan malam, kencan, nonton TV, dan tidur. Tak ada yang menarik! Tak bermakna! Tiba-tiba saja saya merindukan saat-saat dimana saya punya banyak aktivitas yang bermakna seperti jaman kuliah dulu. Aaaarggghhh....sayangnya waktu tak dapat diputar kembali ke masa lalu!

Tapi saya sadar sepenuhnya bahwa merenungi masa lalu adalah suatu kegiatan tak berguna dan dapat memperparah rasa hampa, jadi saya memutuskan untuk lari dari kehampaan. *pencet tombol esc*
Salah satu cara melarikan diri dari kehampaan yang hakiki ini adalah membangkitkan kembali mimpi-mimpi yang sempat tenggelam bersama kesibukan, dan mimpi yang rasanya cukup realistis untuk dibangkitkan saat ini adalah menulis. Saya sudah cukup lama tidak menulis lagi karena selalu beralasan sibuk-suatu alasan klasik yang dibuat dibuat. Akibatnya, blog saya di multiply-pun terbengkalai, tak pernah di update. Dan, untuk membangkitkan lagi jiwa menulis saya yang sempat mati suri, saya tidak mau bersikap tanggung. Saya buat blog baru, di tempat baru, dengan desain baru, dan jiwa yang baru. Semoga saja yang ini berhasil, tidak hangat sesaat seperti tahi ayam karena saya sadar selain memiliki jiwa pemimpi, saya juga memiliki jiwa pembosan yang cukup kuat.

Dan, membuat mimpi terwujud memang tak pernah mudah. Entah sudah berapa kali tombol backspace di laptop saya dipencet hanya untuk menghasilkan beberapa baris kalimat yang jauh dari bermutu ini. Tapi, biarlah...daripada tidak mencoba sama sekali! *suatu pembenaran diri*