Rabu, 25 Maret 2009

Pintu Emosi

Hari ini, saya kembali dikejar-kejar oleh pelamar yang ngototnya setengah mati untuk minta diterima sebagai karyawan. Duh...! Saya sudah sangat lelah berkali-kali menolaknya, mulai dari cara halus sampai kasar. Hari ini saya tidak mau menemuinya karena saya sadar sepenuhnya bahwa kondisi emosi saya sedang tidak dalam kondisi yang bagus karena dikejar banyak sekali deadline sehingga jika dipaksakan bertemu dengan pelamar tersebut, bisa dipastikan saya akan meledak dan akan menambah masalah.

Akhirnya, saya memutuskan untuk melarikan diri. Sayangnya, teman-teman hari ini kurang kooperatif. Mereka tidak mau menyampaikan pada pelamar tersebut bahwa saya tidak ada di tempat, malahan meminta saya untuk menemui si pelamar yang katanya sudah marah-marah. Tapi, saya tidak peduli. Saya akhirnya lari ke kamar seorang teman di mess yang letaknya jadi satu dengan kantor. Satu jam saya nongkrong di kamar itu bersama teman yang juga sama-sama melarikan diri dari kejaran para debt collector. Saya memberanikan diri keluar dari kamar ketika istirahat makan siang karena saya kelaparan dan yakin bahwa situasi sudah aman. Dan, tepat seperti dugaan saya bahwa pelamar itu akhirnya pergi seperti yang sudah-sudah. Tapi hari Jumat ini dia akan kembali karena saya berjanji melalui receptionist bahwa atasan saya akan menemuinya hari Jumat. Hmmm...bagaimana ya kira-kira tanggapan atasan saya tentang hal ini ? Sungguh...saya ketakutan pada orang ini karena dia nyaris tiap hari ke kantor untuk minta diterima bekerja dan ini membuat saya merasa tidak nyaman, tidak bisa bergerak dan merasa terancam. Apa hari Jumat saya bolos saja ya ?

Sementara saya ketakutan dan cemas akan keselamatan saya, lagi-lagi teman-teman kantor kurang kooperatif. Mereka membuka pintu penghubung antara kantor dan ruang tamu, tanpa menutupnya kembali sehingga membuat saya jadi deg-deg plas. Saya takut jika pelamar itu melihat keberadaan saya di kantor dan memaksa untuk bertemu. Saya tidak berani membayangkan seandainya hal itu terjadi. Benar-benar membuat senewen! Urusan pintu ini membuat saya sulit konsentrasi bekerja karena posisi duduk saya memang pas sekali menghadap ke pintu. Melihat kondisi ini, saya jadi tidak sabar untuk segera mendapatkan mess baru sehingga bangunan yang sekarang dibagi untuk kantor dan mess dapat digunakan seluruhnya untuk kantor. Jika hal ini terjadi maka saya akan punya ruangan sendiri yang jauh dari pintu yang membuat emosi alias pintu penghubung kantor-ruang tamu.
Dan, saya tidak sabar menunggu hari itu tiba.

Apakah hari ini Anda merasa tidak aman seperti saya dan merasa emosi pada sebuah pintu ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar