Saat ini, saya bekerja sebagai seorang supervisor SDM di sebuah perusahaan swasta bonafied yang sedang membuka usaha baru di Merauke. Sebagai seorang supervisor SDM, tugas saya adalah merekrut tenaga kerja, membuat program pelatihan, mengurus gaji karyawan, dan mengerjakan hal-hal lain yang tidak termasuk dalam job desc di kontrak kerja tapi ternyata lebih banyak menyita waktu dan emosi, seperti mengurus rumah, mobilisasi karyawan dari kantor Merauke ke site kerja. Fiuh...!
Rekrutmen sudah saya tekuni sejak saya pertama kali terjun ke dunia industri 3 tahun yang lalu, jadi seharusnya saya mampu menangani pekerjaan ini dengan mudah. Tapi di Merauke, pekerjaan ini menjadi momok bagi saya karena membuat saya berkali-kali harus berhadapan dengan bahaya secara langsung, mulai dari didemo masyarakat hingga teror telpon. Bahkan ada yang pernah mengancam akan mencegat saya di tengah jalan. Ancaman-ancaman ini pulalah yang membuat saya tidak berani keluar kantor, tidak berani naik angkot, dan akhirnya membeli sepeda motor, serta mengganti nomer HP yang sudah setia menemani saya dari tahun 2000.
Banyak teman sebenarnya sudah mengingatkan tentang resiko bekerja di daerah pedalaman, tapi karena saya sangat ingin bekerja di luar Jawa, maka resiko-resiko itu dulu saya abaikan ketika mengambil keputusan pindah kerja. Bekerja di daerah Indonesia Timur memiliki tantangan tersendiri karena SDMnya memiliki kualitas yang jauh dari SDM di Jawa (lebih rendah) tapi dituntut untuk dapat melakukan hal yang sama. Mengapa kualitas mereka jauh dibandingkan dengan SDM di Jawa ? Kita bahas di tulisan yang lain ya...
Sifat kedaerahan masih sangat terasa di sini, sehingga sangat sulit menerapkan rekrutmen 'modern', alhasil jika kita tidak berhasil memuaskan hati SDM pencari kerja disini maka bersiap-siaplah menghadapi teror. Awal-awal saya masih sangat sabar dan selalu memasang muka manis pada setiap pencari kerja, tapi lama kelamaan sikap mereka membuat saya merasa tidak nyaman dan akhirnya kehilangan kesabaran karena mereka tidak pernah mau menerima penjelasan dari saya dan terus merongrong saya untuk diterima bekerja. Sesekali, jika pikiran sedang waras, saya merasa bersalah juga pada mereka karena selalu memasang muka ketus jika mereka bertanya. Mencari kerja dan menuntut pekerjaan kan sebenarnya sah-sah saja dilakukan apalagi di tengah kondisi krisis begini, tapi mengapa saya harus menanggapinya dengan keras. Saya jadi bertanya-tanya apakah saya yang kurang sabar ya ?
Tapi sekarang ini, pikiran saya sedang tidak waras sehingga saya memutuskan untuk cuek. Telepon berdering seratus kali atau sms-sms berebutan memasuki inbox saya hingga penuh, saya tidak mau menggubrisnya sama sekali. Lebih baik mengabaikan daripada menanggapi karena saya merasa sudah lelah. Bobot tubuh saya berkurang, saya sering mengalami psikosomatis, nafas saya sesak...sepertinya memang sudah waktunya untuk mengambil cuti!
Ini adalah sms terakhir yang saya terima hari ini dan tentu saja yang termasuk saya abaikan :
"Maaf klu mnganggu aktifitas anda.sbnrx kmi hnya pngen tau soal kerjaan aj, klu saja msh ad. jauh2 aku mnta nmr hp anda tpi cma sia2 aku telp gk di angkt aku sms gk d bls, ap sbgtu brk skali org miskin sprti kmi ini di mata anda. cuma untk bls sms aj and tdk mau, org mskn mcm kmi in udh gk da artix ya bu."Orang ini meminta pekerjaan yang sudah dia campakkan karena tidak sesuai dengan keinginannya, tapi belakangan dia meminta untuk dipekerjakan lagi karena katanya dia tidak punya penghasilan. Duh....!
Apa ya yang harus saya lakukan ?
samaaaaaaaaaaaaaaaaa..nasib kita samaaaaaaaaaaa..persiiiissss, copas kyknya be...ternyata perilaku mengejar, mengancam, meneror dari para pencari kerja tidak hanya ada di indonesia timur..di indonesia bagian barat jg masih sangat banyak..bahkan ada yg menawari ku uang segala..stres krn telp masuk, sms ancaman..huaaaahhhhhhh..
BalasHapus