Akhirnya...setelah beberapa hari saya ribut di Facebook mencari dukungan untuk nonton road race, saya berkesempatan nonton juga di hari Minggu, 24 Mei 2009 nan panas. Berbekal topi dan kamera, saya dengan semangat 45 meluncur menuju Jl. Raya Mandala yang telah diubah menjadi sirkuit dadakan, padahal saat itu suhu badan saya sedikit tinggi karena terserang flu. Saya tiba di arena balap pk. 14.00 dan jalanan sudah padat dengan penonton yang tampak antusias melihat event yang diselenggarakan setahun sekali di Merauke ini. Jalanan di Merauke sebenarnya jauh dari layak untuk dijadikan sebagai arena adu kecepatan karena jalannya tak mulus dan bergelombang tapi rupanya itu jadi tantangan tersendiri bagi pembalap.
Saya melewatkan satu seri balapan ketika menemukan tempat yang nyaman untuk menonton. Sebenarnya saya mengincar lokasi menonton di tikungan tapi karena datang terlambat, tikungan-pun sudah habis dilibas oleh penonton yang haus hiburan. Saya-pun cukup berpuas diri menonton di trek lurus. Saya sebelumnya tak tertarik pada even-even yang melibatkan banyak orang seperti itu, tapi road race yang cuma diadakan 1 tahun sekali ini merupakan hiburan tersendiri bagi saya, seperti halnya menonton karnaval kemerdekaan karena tak banyak hiburan yang bisa dinikmati di kota paling timur Indonesia ini. Jadi, motivasi saya menonton road race bukan karena saya hobby olahraga otomotif tapi karena saya tak punya pilihan hiburan lain.
Menonton road race sama seperti menonton karnaval, tak ada pembatas antara peserta balapan dan penonton. Ngeri juga menyaksikan banyak anak-anak kecil tanpa pengawasan dari orang tua atau orang dewasa yang ikut menonton road race. Mereka belum mengenal bahaya sehingga sering kali mereka terlalu ke tengah jalan ketika balapan berlangsung. Untung saja, polisi tanpa kenal lelah selalu menghalau penonton-penonton yang nakal melongok bahaya. Balapan usai menjelang sore hari. Di tengah-tengah pembalap melakukan victory lap, penonton sudah semburat bubar jalan sehingga tak ayal pembalap yang masih berkendara dengan kecepatan cukup tinggi harus mengerem mendadak untuk menghindari tabrakan dengan penonton. Sungguh tontonan yang menarik sekaligus sarat dengan bahaya!
Road race-pun usai-pemenang lomba berdiri dengan gagah di atas tribun kemenangan dan penonton puas karena telah diberikan suguhan atraktif dan mendebarkan jantung. Tapi, road race masih menyisakan pekerjaan bagi pekerja jalanan, yaitu sampah. Kesadaran yang rendah akan kebersihan lingkungan *tak ada satupun tempat sampah di jalan-jalan merauke* membuat arena balap yang notabene adalah jalan raya menjadi tempat sampah raksasa. Botol-botol minuman dan pembungkus makanan-pun menghiasi jalanan hingga hari senin menjelang.
Foto-foto road race dapat dilihat di blog saya yang ini.
Selasa, 26 Mei 2009
Sabtu, 23 Mei 2009
Dingin
Langit bertaburkan bintang...kerlap kerlip di angkasa yang hitam pekat. Tak ada rembulan hiasi malam ini. Dimanakah engkau wahai dewi keelokan ? Di belahan bumi manakah gerangan dirimu menampakkan diri ? Mengapa kau tak muncul di saat aku ingin menggantungkan mimpiku ?
Malam ini, rasa dingin menelikung ragaku. Aku hanya bisa menggigil tak berdaya di bawah selimut tipisku seraya menggenggam erat mimpiku. Aku sungguh tak ingin kehilangan mimpiku, bulan. Bulan, kembalilah padaku...berikan aku kehangatan dengan sinar redupmu dan rengkuhlah mimpiku hingga fajar menjelang...
Dingin...hanya dingin yang kurasakan ketika engkau pergi...!
Malam ini, rasa dingin menelikung ragaku. Aku hanya bisa menggigil tak berdaya di bawah selimut tipisku seraya menggenggam erat mimpiku. Aku sungguh tak ingin kehilangan mimpiku, bulan. Bulan, kembalilah padaku...berikan aku kehangatan dengan sinar redupmu dan rengkuhlah mimpiku hingga fajar menjelang...
Dingin...hanya dingin yang kurasakan ketika engkau pergi...!
Senin, 18 Mei 2009
Episode Patah Hati
Apakah begitu sulitnya bagi dirimu untuk mengabarkan kabar bahagia itu padaku ?
Apakah begitu sulitnya bagi dirimu untuk memberitahuku bahwa kau tak lagi sendiri ?
Mengapa kau masih saja melayangkan sejuta kata-kata mesra di saat kau akan melepaskan status lajangmu ?
Mengapa kau biarkan aku bermimpi bahwa aku masih punya kesempatan untuk menjalin asmara yang sempat renggang ?
Sejuta kata tanya berkecamuk di dalam otakku dan kau tetap diam membisu, tak memberikan sepatah kata-pun sebagai penjelasan.
Apakah begitu sulitnya bagi dirimu untuk memberitahuku bahwa kau tak lagi sendiri ?
Mengapa kau masih saja melayangkan sejuta kata-kata mesra di saat kau akan melepaskan status lajangmu ?
Mengapa kau biarkan aku bermimpi bahwa aku masih punya kesempatan untuk menjalin asmara yang sempat renggang ?
Sejuta kata tanya berkecamuk di dalam otakku dan kau tetap diam membisu, tak memberikan sepatah kata-pun sebagai penjelasan.
Jumat, 15 Mei 2009
Suka Duka jadi Rekruter di Pedalaman (3)
Untuk tulisan kali ini, saya akan menulis sebuah kisah yang tidak dapat dikategorikan dalam kisah suka maupun duka karena mencakup dua-duanya. Anda pernah merasa mual dan ingin muntah gara-gara menginterview kandidat ? Saya pernah! Bahkan hal ini saya alami berkali-kali.
Bekerja di suatu daerah yang belum tersentuh oleh canggihnya metode pengelolaan SDM, dimana HRD masih dianggap sama dengan Personalia, membuat saya harus melakukan banyak penyesuaian. Untuk merekrut tenaga kerja, utamanya lulusan STM, perusahaan saya bekerja sama dengan BLK setempat. Maksud hati ingin mempermudah rekrutmen, malahan membuat saya lelah tiada duanya. Ini karena pihak BLK belum sepenuhnya paham bagaimana caranya memfasilitasi kebutuhan perusahaan. Bayangkan saja, ketika saya minta kandidat lulusan dari BLK, saya diberi nyaris 30 lamaran yang harus saya proses pada hari interview. Di satu sisi, hal tersebut adalah keuntungan karena saya jadi punya banyak pilihan, tapi di lain sisi mulut saya jadi pegel euy dan banyak membuang waktu karena menginterview kandidat-kandidat yang sebenarnya tak masuk kualifikasi sama sekali. Bayangkan saja...mulut saya harus digunakan untuk mewawancarai 30 orang pada hari yang sama dengan rata-rata waktu interview 10 menit. Saya interview dari pk. 09.00-14.00 non stop. Benar benar melelahkan dan membuat kerongkongan kering. Sebenarnya saya bisa saja umumkan hari itu juga, bagi yang tidak memenuhi kualifikasi-misal pendidikan kurang, umur berlebih-untuk tidak ikut interview, tapi saya takut mengecewakan mereka dan berakhir dengan kejadian anarkis alias saya didemo oleh mereka. *akhir-akhir ini saya memang cari aman. hehehe* Jadi, mau tak mau saya interview semua kandidat yang datang hari itu. Fiuh! Rasa haus dan lapar yang menyerang karena interview 5 jam non stop membuat saya sering kehilangan konsentrasi di peserta-peserta akhir.
Selain mulut pegel dan perut keroncongan, ada satu hal lagi yang membuat saya nyaris pingsan dan mual ketika interview, yaitu bau badan. Yup....BAU BADAN! Entah apa yang dimakan oleh para kandidat ini, dari radius 100 m, ketika mereka memasuki ruang interview, saya langsung lemas mencium bau badan mereka. Campuran antara bau bawang, amis, dan bau kecut sekaligus. Teman-teman sering menjuluki kandidat-kandidat saya dengan sebutan 'manusia berketek empat'. Duh...kenapa si mereka sebelum interview tidak pakai deodoran ? Hmm...jangankan pakai deodoran, datang ke tempat interview saja mereka menggunakan pakaian seadanya, bahkan ada yang bercelana pendek dan bersandal jepit. Kalau sudah begini, saya jadi rindu merekrut di kota-kota besar dimana kandidat-kandidatnya selalu berpakaian rapi, dan berbau harum.
Tapi, inilah konsekuensi bekerja di daerah yang jauh dari ibu kota dimana penampilan adalah harga mutlak. Disini, Anda tak perlu berpenampilan rapi dan berbau harum untuk bisa bekerja karena yang terpenting adalah memiliki kemampuan yang bisa dijual dan semangat untuk bekerja keras. *cover doesn't need at all*
Bekerja di suatu daerah yang belum tersentuh oleh canggihnya metode pengelolaan SDM, dimana HRD masih dianggap sama dengan Personalia, membuat saya harus melakukan banyak penyesuaian. Untuk merekrut tenaga kerja, utamanya lulusan STM, perusahaan saya bekerja sama dengan BLK setempat. Maksud hati ingin mempermudah rekrutmen, malahan membuat saya lelah tiada duanya. Ini karena pihak BLK belum sepenuhnya paham bagaimana caranya memfasilitasi kebutuhan perusahaan. Bayangkan saja, ketika saya minta kandidat lulusan dari BLK, saya diberi nyaris 30 lamaran yang harus saya proses pada hari interview. Di satu sisi, hal tersebut adalah keuntungan karena saya jadi punya banyak pilihan, tapi di lain sisi mulut saya jadi pegel euy dan banyak membuang waktu karena menginterview kandidat-kandidat yang sebenarnya tak masuk kualifikasi sama sekali. Bayangkan saja...mulut saya harus digunakan untuk mewawancarai 30 orang pada hari yang sama dengan rata-rata waktu interview 10 menit. Saya interview dari pk. 09.00-14.00 non stop. Benar benar melelahkan dan membuat kerongkongan kering. Sebenarnya saya bisa saja umumkan hari itu juga, bagi yang tidak memenuhi kualifikasi-misal pendidikan kurang, umur berlebih-untuk tidak ikut interview, tapi saya takut mengecewakan mereka dan berakhir dengan kejadian anarkis alias saya didemo oleh mereka. *akhir-akhir ini saya memang cari aman. hehehe* Jadi, mau tak mau saya interview semua kandidat yang datang hari itu. Fiuh! Rasa haus dan lapar yang menyerang karena interview 5 jam non stop membuat saya sering kehilangan konsentrasi di peserta-peserta akhir.
Selain mulut pegel dan perut keroncongan, ada satu hal lagi yang membuat saya nyaris pingsan dan mual ketika interview, yaitu bau badan. Yup....BAU BADAN! Entah apa yang dimakan oleh para kandidat ini, dari radius 100 m, ketika mereka memasuki ruang interview, saya langsung lemas mencium bau badan mereka. Campuran antara bau bawang, amis, dan bau kecut sekaligus. Teman-teman sering menjuluki kandidat-kandidat saya dengan sebutan 'manusia berketek empat'. Duh...kenapa si mereka sebelum interview tidak pakai deodoran ? Hmm...jangankan pakai deodoran, datang ke tempat interview saja mereka menggunakan pakaian seadanya, bahkan ada yang bercelana pendek dan bersandal jepit. Kalau sudah begini, saya jadi rindu merekrut di kota-kota besar dimana kandidat-kandidatnya selalu berpakaian rapi, dan berbau harum.
Tapi, inilah konsekuensi bekerja di daerah yang jauh dari ibu kota dimana penampilan adalah harga mutlak. Disini, Anda tak perlu berpenampilan rapi dan berbau harum untuk bisa bekerja karena yang terpenting adalah memiliki kemampuan yang bisa dijual dan semangat untuk bekerja keras. *cover doesn't need at all*
Kamis, 14 Mei 2009
Mengenang PALAPSI
Pagi tadi saya membaca sebuah note yang sangat bagus dari seorang teman di FB. Tulisan tersebut berkisah tentang Epilog 34 tahun PALAPSI. Membaca tulisan tersebut membuat saya terkenang pengalaman saya sendiri beberapa tahun yang lalu ketika masih aktif di PALAPSI. Apa sih PALAPSI itu sehingga membuat teman saya bisa membuat tulisan yang sangat dalam dan menyentuh berbagai aspek kehidupan itu ?
PALAPSI adalah sebuah organisasi mahasiswa Psikologi UGM yang mengkhususkan dirinya pada kegiatan kepecintaalaman. Didirikan pada tanggal 28 Juni 1975, PALAPSI (PLP) telah mengukir banyak prestasi dan menjadi organisasi pecinta alam yang diperhitungkan dan disegani karena prestasinya tersebut. PLP memiliki 5 divisi operasional, yaitu air, gunung, tebing, gua dan pengabdian masyarakat, dimana Air menjadi fokus selama beberapa generasi hingga saat ini. Mengapa air ? Karena PLP memiliki ambisi yang cukup besar di bidang ini dan PLP telah membuktikan kepiawaiannya di Air melalui beberapa prestasi membanggakan, seperti first descent Progo hingga menaklukkan jeram-jeram sungai di Thailand baru-baru ini. Menurut saya, PLP adalah organisasi yang kaya akan pembelajaran dimana setiap tahunnya berhasil mencetak kader-kader penerus dengan mimpi yang semakin tinggi. Dan, saya yang pernah bergelut di dalamnya selama kurang lebih 3 tahun merasa bangga telah menjadi bagian dari PLP.
Saya mengawali 'hidup' di PLP pada tahun 1999. Awal mula ketertarikan adalah ajakan dari seorang kakak kelas yang saat itu mempesona saya karena ia memiliki cinta yang besar pada PLP. *m think, i love u at that time* Kegiatan pertama yang dia tawarkan adalah dayung kering, sebuah latihan dasar yang harus dijalani ketika akan berkegiatan di air. Wah...capeknya bukan main, otot-otot-pun langsung tegang, terutama otot tangan. Tapi, cara kakak kelas itu dan senior-senior lain dalam memotivasi membuat rasa capek itu dengan segera terlupakan. Yel-yel NEVER GIVE UP yang selalu didengungkan setiap kali akan berkegiatan mampu menghipnotis saya untuk memacu diri hingga ambang batas kemampuan. Saya-pun jatuh cinta pada PLP! Kegiatan demi kegiatan saya jalani dengan senang hati, terutama kegiatan camping. *ooh...aku rindu camping, bau rumput basah dan dinginnya udara malam*
Tapi, kesenangan itu tak berlangsung lama-hanya 6 bulan saja bulan madu saya dengan PLP. Ibarat pernikahan, setelah masa bulan madu habis, maka mata kita akan terbuka tentang siapa sesungguhnya pasangan kita. Begitu pula hubungan saya dengan PLP, masa bulan madu saya berakhir ketika saya menjadi salah satu pengurus. Derai air mata lebih banyak menghiasi hari-hari saya dibanding dengan tawa, apalagi saat itu kami benar-benar dipush untuk mendapatkan dana segar guna membiayai ekspedisi luar negeri pertama PLP ke Serawak, Malaysia. Saya-pun jatuh bangun mengikuti gerakan PLP. Menangis, bertengkar, merasa diacuhkan adalah makanan sehari-hari. Tapi, tanpa saya sadari pengalaman itu membuat saya memunculkan diri saya yang sebenarnya, potensi saya benar-benar tergali dan akhirnya membentuk saya menjadi pribadi yang 'utuh'. Saya yang dulunya selalu minder berubah menjadi percaya diri, tertutup menjadi terbuka, komunikasi tidak lancar menjadi pandai berbicara, dan saat itu pula saya menyadari bahwa saya adalah orang yang keras hati. *saya baru ngeh kalau saya keras kepala dari feed back teman-teman PLP*
PLP benar-benar merasuki diri saya. Setelah lulus dari masa kepengurusan 2000-2001, saya ditunjuk untuk jadi pengurus kembali, tapi dengan posisi yang berbeda dan masa kepengurusan yang lebih panjang, yaitu menjadi Kadiv Litbang dan masa kepengurusan 1,5 tahun. Masa ini saya jalani dengan lebih matang dan saya-pun membidani beberapa event besar. Sebuah pengalaman yang sungguh tak kan terlupakan karena pada masa itulah saya mengenal outbound training dan saya berhasil mendapatkan pekerjaan di kemudian hari karena pengetahuan saya akan bidang tersebut. Jatuh bangun masih saya alami, tapi rasanya energi tak pernah habis untuk PLP. Pagi kuliah, sore hingga dini hari untuk PLP. Saya-pun kerap dimarahi orang tua karena pulang terlalu larut dan melakukan kegiatan-kegiatan beresiko tinggi serta menguras uang tabungan saya. Tapi, semua itu terbayar dengan pengalaman-pengalaman yang masih berguna intisarinya bagi saya hingga saat ini. Menyenangkan sekali rasanya mengenang saat-saat itu. Tapi, hidup di PLP tak kan memberikan arti sedalam ini bagi saya jika tanpa teman-teman berkegiatan. Teman-teman PLP sekarang ini tak ubahnya bagai saudara karena dengan merekalah saya menghabiskan waktu nyaris 24 jam tiap harinya selama kuliah. Merekalah yang menempa saya menjadi sosok seperti saat ini. *i love u all, guys!*
Terima kasih PALAPSI karena telah membentuk saya menjadi pribadi yang tahan banting dan pantang menyerah!
Selamat ulang tahun yang ke - 34...semoga semakin jaya...!!!!!!
PALAPSI adalah sebuah organisasi mahasiswa Psikologi UGM yang mengkhususkan dirinya pada kegiatan kepecintaalaman. Didirikan pada tanggal 28 Juni 1975, PALAPSI (PLP) telah mengukir banyak prestasi dan menjadi organisasi pecinta alam yang diperhitungkan dan disegani karena prestasinya tersebut. PLP memiliki 5 divisi operasional, yaitu air, gunung, tebing, gua dan pengabdian masyarakat, dimana Air menjadi fokus selama beberapa generasi hingga saat ini. Mengapa air ? Karena PLP memiliki ambisi yang cukup besar di bidang ini dan PLP telah membuktikan kepiawaiannya di Air melalui beberapa prestasi membanggakan, seperti first descent Progo hingga menaklukkan jeram-jeram sungai di Thailand baru-baru ini. Menurut saya, PLP adalah organisasi yang kaya akan pembelajaran dimana setiap tahunnya berhasil mencetak kader-kader penerus dengan mimpi yang semakin tinggi. Dan, saya yang pernah bergelut di dalamnya selama kurang lebih 3 tahun merasa bangga telah menjadi bagian dari PLP.
Saya mengawali 'hidup' di PLP pada tahun 1999. Awal mula ketertarikan adalah ajakan dari seorang kakak kelas yang saat itu mempesona saya karena ia memiliki cinta yang besar pada PLP. *m think, i love u at that time* Kegiatan pertama yang dia tawarkan adalah dayung kering, sebuah latihan dasar yang harus dijalani ketika akan berkegiatan di air. Wah...capeknya bukan main, otot-otot-pun langsung tegang, terutama otot tangan. Tapi, cara kakak kelas itu dan senior-senior lain dalam memotivasi membuat rasa capek itu dengan segera terlupakan. Yel-yel NEVER GIVE UP yang selalu didengungkan setiap kali akan berkegiatan mampu menghipnotis saya untuk memacu diri hingga ambang batas kemampuan. Saya-pun jatuh cinta pada PLP! Kegiatan demi kegiatan saya jalani dengan senang hati, terutama kegiatan camping. *ooh...aku rindu camping, bau rumput basah dan dinginnya udara malam*
Tapi, kesenangan itu tak berlangsung lama-hanya 6 bulan saja bulan madu saya dengan PLP. Ibarat pernikahan, setelah masa bulan madu habis, maka mata kita akan terbuka tentang siapa sesungguhnya pasangan kita. Begitu pula hubungan saya dengan PLP, masa bulan madu saya berakhir ketika saya menjadi salah satu pengurus. Derai air mata lebih banyak menghiasi hari-hari saya dibanding dengan tawa, apalagi saat itu kami benar-benar dipush untuk mendapatkan dana segar guna membiayai ekspedisi luar negeri pertama PLP ke Serawak, Malaysia. Saya-pun jatuh bangun mengikuti gerakan PLP. Menangis, bertengkar, merasa diacuhkan adalah makanan sehari-hari. Tapi, tanpa saya sadari pengalaman itu membuat saya memunculkan diri saya yang sebenarnya, potensi saya benar-benar tergali dan akhirnya membentuk saya menjadi pribadi yang 'utuh'. Saya yang dulunya selalu minder berubah menjadi percaya diri, tertutup menjadi terbuka, komunikasi tidak lancar menjadi pandai berbicara, dan saat itu pula saya menyadari bahwa saya adalah orang yang keras hati. *saya baru ngeh kalau saya keras kepala dari feed back teman-teman PLP*
PLP benar-benar merasuki diri saya. Setelah lulus dari masa kepengurusan 2000-2001, saya ditunjuk untuk jadi pengurus kembali, tapi dengan posisi yang berbeda dan masa kepengurusan yang lebih panjang, yaitu menjadi Kadiv Litbang dan masa kepengurusan 1,5 tahun. Masa ini saya jalani dengan lebih matang dan saya-pun membidani beberapa event besar. Sebuah pengalaman yang sungguh tak kan terlupakan karena pada masa itulah saya mengenal outbound training dan saya berhasil mendapatkan pekerjaan di kemudian hari karena pengetahuan saya akan bidang tersebut. Jatuh bangun masih saya alami, tapi rasanya energi tak pernah habis untuk PLP. Pagi kuliah, sore hingga dini hari untuk PLP. Saya-pun kerap dimarahi orang tua karena pulang terlalu larut dan melakukan kegiatan-kegiatan beresiko tinggi serta menguras uang tabungan saya. Tapi, semua itu terbayar dengan pengalaman-pengalaman yang masih berguna intisarinya bagi saya hingga saat ini. Menyenangkan sekali rasanya mengenang saat-saat itu. Tapi, hidup di PLP tak kan memberikan arti sedalam ini bagi saya jika tanpa teman-teman berkegiatan. Teman-teman PLP sekarang ini tak ubahnya bagai saudara karena dengan merekalah saya menghabiskan waktu nyaris 24 jam tiap harinya selama kuliah. Merekalah yang menempa saya menjadi sosok seperti saat ini. *i love u all, guys!*
Terima kasih PALAPSI karena telah membentuk saya menjadi pribadi yang tahan banting dan pantang menyerah!
Selamat ulang tahun yang ke - 34...semoga semakin jaya...!!!!!!
Jumat, 08 Mei 2009
Tersandung Asmara
Beberapa hari ini publik dikejutkan oleh berita menghebohkan, yaitu terlibatnya seorang pejabat negara dalam sebuah kasus pembunuhan petinggi BUMN. Urusan menghilangkan nyawa seseorang selalu menjadi pusat perhatian, apalagi jika dilakukan oleh public figure, macam Antasari Azhar, ketua KPK. Kasus pembunuhan petinggi BUMN, Nasarudin, cukup menghebohkan masyarakat pada bulan April 2009 karena metode pembunuhan yang cukup berani, yaitu menembak korban di jalan umum. Pembunuhnya pasti terlatih sekali, pikir orang saat itu. Tapi ternyata, mereka kalah lihai dari polisi, karena hanya dalam tempo sebulan mereka semua dibekuk. Bukan hanya pelaku penembakannya yang tertangkap, tapi juga otak pembunuhannya sekaligus, yaitu Antasari Azhar (AA). Publik kembali tercengang karena AA selama ini dikenal sebagai pejabat yang bersih dan memimpin sebuah lembaga yang saat ini ditakuti oleh banyak pihak yang suka 'menyelewengkan uang negara'. Bagaimana bisa seorang yang dikenal bersih dan tegas terlibat dalam tindak kriminal yang kotor ?
Beberapa spekulasi-pun merebak di masyarakat tentang kasus pembunuhan ini, tapi kebanyakan menyangsikan AA terlibat dalam pembunuhan tersebut. Saya yang seorang penggemar cerita kriminal juga tak habis pikir dengan betapa mudahnya AA terseret dalam tindak kriminal, apalagi setelah mengetahui tokoh-tokoh di balik kasus pembunuhan tersebut. Auw...apakah ini sebuah konspirasi besar untuk menjatuhkan seseorang yang menebar teror bagi orang-orang berperut buncit karena makan uang haram? Saya mendadak merasa geli membaca artikel di Kompas.com tentang kronologi pengungkapan pembunuhan Nasrudin. Menurut saya, tidak keren sekali-terlalu dramatis dan simple seperti cerita-cerita sinetron Indonesia *keseringan nonton CSI, maka otak kriminal saya jadi mbulet* Masa' kalau memang AA otak pembunuhan tersebut, didukung pula oleh tokoh-tokoh terkenal, macam SHW dan WW, bisa dengan mudah terungkap. Hmmm...atau mungkin mereka memang bukan orang-orang yang ahli melakukan pembunuhan ya makanya mudah tertangkap begitu ? Atau uang yang mereka berikan untuk sang pembunuh bayaran kurang ya sehingga orang suruhan itu mudah buka mulut dan teledor ? Apapun itu, rasanya tetap aneh orang sekaliber AA membunuh hanya karena urusan asmara. Apa tidak ada motif yang lebih keren untuk membunuh seseorang ? Apakah caddy tersebut memang sedemikian mempesonanya sehingga harus diperjuangkan dengan darah dan nyawa ?
Saya tidak sabar menunggu kelanjutan kisah kriminal seru ini berakhir karena melihat kisah ini seperti melihat sinetron televisi, banyak adegan yang tidak terduga tapi kurang alami alias terlalu nyata lakon sandiwaranya. Yah...tapi siapa tahu juga AA memang terlibat dan akhirnya terjungkal karirnya karena seorang wanita.
Beberapa spekulasi-pun merebak di masyarakat tentang kasus pembunuhan ini, tapi kebanyakan menyangsikan AA terlibat dalam pembunuhan tersebut. Saya yang seorang penggemar cerita kriminal juga tak habis pikir dengan betapa mudahnya AA terseret dalam tindak kriminal, apalagi setelah mengetahui tokoh-tokoh di balik kasus pembunuhan tersebut. Auw...apakah ini sebuah konspirasi besar untuk menjatuhkan seseorang yang menebar teror bagi orang-orang berperut buncit karena makan uang haram? Saya mendadak merasa geli membaca artikel di Kompas.com tentang kronologi pengungkapan pembunuhan Nasrudin. Menurut saya, tidak keren sekali-terlalu dramatis dan simple seperti cerita-cerita sinetron Indonesia *keseringan nonton CSI, maka otak kriminal saya jadi mbulet* Masa' kalau memang AA otak pembunuhan tersebut, didukung pula oleh tokoh-tokoh terkenal, macam SHW dan WW, bisa dengan mudah terungkap. Hmmm...atau mungkin mereka memang bukan orang-orang yang ahli melakukan pembunuhan ya makanya mudah tertangkap begitu ? Atau uang yang mereka berikan untuk sang pembunuh bayaran kurang ya sehingga orang suruhan itu mudah buka mulut dan teledor ? Apapun itu, rasanya tetap aneh orang sekaliber AA membunuh hanya karena urusan asmara. Apa tidak ada motif yang lebih keren untuk membunuh seseorang ? Apakah caddy tersebut memang sedemikian mempesonanya sehingga harus diperjuangkan dengan darah dan nyawa ?
Saya tidak sabar menunggu kelanjutan kisah kriminal seru ini berakhir karena melihat kisah ini seperti melihat sinetron televisi, banyak adegan yang tidak terduga tapi kurang alami alias terlalu nyata lakon sandiwaranya. Yah...tapi siapa tahu juga AA memang terlibat dan akhirnya terjungkal karirnya karena seorang wanita.
Selasa, 05 Mei 2009
SOTA-Sebuah perbatasan Republik Indonesia & Papua New Guinea
Perbatasan RI - PNG di Merauke terletak di distrik Sota. Tugu perbatasan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 2 jam dari kota Merauke. Tugu perbatasan belum dikelola secara maksimal, sehingga kurang memberikan kepuasan kepada pengunjungnya. Tapi, tak ada salahnya jika ingin berkunjung ke batas akhir negara tercinta Indonesia ini! Enjoy the picture!
Pola Wisata di Merauke
Beberapa hari disibukkan oleh pekerjaan yang seolah-olah tak ada hentinya *pura-pura sibuk mode on*, akhirnya saya berkesempatan refreshing juga. Hari Minggu kemarin, saya dan rekan-rekan satu departemen berwisata bersama memanfaatkan moment kunjungan seorang petinggi HR dari Jakarta. Tujuan wisata kali ini adalah Sota, yaitu daerah perbatasan Indonesia-Papua New Guinea. Saya pernah berkunjung ke Sota beberapa bulan yang lalu, dan berniat tidak akan kesana lagi alias kapok, karena pengalaman yang didapat disana tidaklah sebanding dengan perjalanannya yang cukup lama, yaitu sekitar 1,5 jam dari kota Merauke. Perbatasan RI-PNG di Merauke yang terletak di distrik Sota sangatlah sepi dan tidak menarik karena tak ada atraksi, fasilitas wisata ataupun pemandangan yang indah-sangat jauh berbeda dengan perbatasan RI-PNG yang terletak di Jayapura. Sepanjang perjalanan menuju perbatasan juga cukup monoton, yaitu hamparan pepohonan eukaliptus dan rawa, sehingga membuat saya sering tertidur dalam perjalanan. Hoam...! Namun karena objek hiburan di Merauke sangatlah terbatas, objek yang kurang menarik macam Sota-pun laris manis dikunjungi oleh wisawatawan lokal. Sesampainya saya disana, sudah ada beberapa rombongan yang duduk-duduk berpiknik di taman yang dikelola oleh para tentara perbatasan. O ya, jika Anda berminat datang kesana jangan lupa melapor ke pos tentara yang terletak tak jauh dari tugu perbatasan. Cukup meninggalkan KTP saja!
Foto-foto perbatasan RI-PNG di Sota dapat dilihat disini.
Jika kita menuju Sota, maka kita akan melewati kawasan Taman Nasional Wasur. TN Wasur adalah daerah konservasi yang melindungi berbagai species khas Merauke, baik hewan maupun tumbuhan. Disini akan dijumpai banyak kangguru, anggrek, dan tak ketinggalan adalah rumah semut-sebuah fenomena alam yang hanya bisa dijumpai di Merauke dan Afrika Selatan. Saya belum pernah berkunjung secara khusus ke TN Wasur ini karena dulu saat saya berkunjung ke Sota, tidak ada seorang-pun yang berjaga di posnya. Kemarin, kami sungguh beruntung karena TN Wasur sedang 'hidup', jadi ada penjaga yang siaga di pos. Dengan Rp. 2.000, kami diijinkan masuk ke dalam pusat informasi TN Wasur yang berbentuk seperti rumah semut, sebuah hasil seni arsitektur yang indah. Tapi, ternyata pusat informasinya hanya berisi poster-poster berisi himbauan menyelamatkan hutan, penjelasan tentang flora fauna di Merauke, pakaian adat dan silsilah suku-suku besar di Merauke. Tak ada diorama ataupun film yang dapat membuat pengunjung takjub. Sungguh sangat disayangkan...dengan potensi alam yang cukup kaya, TN Wasur sebenarnya bisa membuat suguhan-suguhan atraktif untuk menarik minat pengunjung guna menambah income sekaligus mengenalkan cara-cara menyelamatkan lingkungan. Namun mulai minggu kemarin, TN Wasur sudah berbenah diri dengan membuka wahana outbound sebagai sarana rekreasi warga sekitar Merauke. Bekerja sama dengan Tim SAR, wahana outbound dibuka dengan biaya masuk Rp. 20.000/orang-mudah mudahan minggu depan saya berkesempatan mengunjunginya.
Foto-foto TN Wasur saya tampilkan di blog saya yang lain.
Biasanya orang-orang ke Wasur untuk berenang di kolam pemandian yang tak jauh dari pusat informasi. Lokasi pemandian sebenarnya seperti danau di tengah rawa-rawa yang kemudian oleh pengelola TN Wasur dibangun beberapa gazebo di atasnya sehingga nyaman untuk dijadikan tempat berwisata bagi keluarga. Tapi, hati-hati jika berenang disana karena beberapa waktu yang lalu katanya pernah ada yang terbelit akar pepohonan hingga akhirnya tenggelam dan tak bisa diselamatkan. Setelah puas berendam di kolam pemandian, biasanya warga Merauke akan menyerbu pantai Lampu Satu yang terletak di kota Merauke untuk menyaksikan balapan liar di pantai. Pantai sepanjang kurang lebih 2 km akan dijadikan ajang memacu kecepatan dan memompa adrenalin oleh pemuda-pemuda Merauke setiap hari Minggu atau hari libur karena mereka tak memiliki area yang layak untuk menyalurkan hobby. Sebuah pola wisata yang sangat monoton karena Merauke minim objek wisata dan public area yang nyaman.
Foto-foto perbatasan RI-PNG di Sota dapat dilihat disini.
Jika kita menuju Sota, maka kita akan melewati kawasan Taman Nasional Wasur. TN Wasur adalah daerah konservasi yang melindungi berbagai species khas Merauke, baik hewan maupun tumbuhan. Disini akan dijumpai banyak kangguru, anggrek, dan tak ketinggalan adalah rumah semut-sebuah fenomena alam yang hanya bisa dijumpai di Merauke dan Afrika Selatan. Saya belum pernah berkunjung secara khusus ke TN Wasur ini karena dulu saat saya berkunjung ke Sota, tidak ada seorang-pun yang berjaga di posnya. Kemarin, kami sungguh beruntung karena TN Wasur sedang 'hidup', jadi ada penjaga yang siaga di pos. Dengan Rp. 2.000, kami diijinkan masuk ke dalam pusat informasi TN Wasur yang berbentuk seperti rumah semut, sebuah hasil seni arsitektur yang indah. Tapi, ternyata pusat informasinya hanya berisi poster-poster berisi himbauan menyelamatkan hutan, penjelasan tentang flora fauna di Merauke, pakaian adat dan silsilah suku-suku besar di Merauke. Tak ada diorama ataupun film yang dapat membuat pengunjung takjub. Sungguh sangat disayangkan...dengan potensi alam yang cukup kaya, TN Wasur sebenarnya bisa membuat suguhan-suguhan atraktif untuk menarik minat pengunjung guna menambah income sekaligus mengenalkan cara-cara menyelamatkan lingkungan. Namun mulai minggu kemarin, TN Wasur sudah berbenah diri dengan membuka wahana outbound sebagai sarana rekreasi warga sekitar Merauke. Bekerja sama dengan Tim SAR, wahana outbound dibuka dengan biaya masuk Rp. 20.000/orang-mudah mudahan minggu depan saya berkesempatan mengunjunginya.
Foto-foto TN Wasur saya tampilkan di blog saya yang lain.
Biasanya orang-orang ke Wasur untuk berenang di kolam pemandian yang tak jauh dari pusat informasi. Lokasi pemandian sebenarnya seperti danau di tengah rawa-rawa yang kemudian oleh pengelola TN Wasur dibangun beberapa gazebo di atasnya sehingga nyaman untuk dijadikan tempat berwisata bagi keluarga. Tapi, hati-hati jika berenang disana karena beberapa waktu yang lalu katanya pernah ada yang terbelit akar pepohonan hingga akhirnya tenggelam dan tak bisa diselamatkan. Setelah puas berendam di kolam pemandian, biasanya warga Merauke akan menyerbu pantai Lampu Satu yang terletak di kota Merauke untuk menyaksikan balapan liar di pantai. Pantai sepanjang kurang lebih 2 km akan dijadikan ajang memacu kecepatan dan memompa adrenalin oleh pemuda-pemuda Merauke setiap hari Minggu atau hari libur karena mereka tak memiliki area yang layak untuk menyalurkan hobby. Sebuah pola wisata yang sangat monoton karena Merauke minim objek wisata dan public area yang nyaman.
Langganan:
Postingan (Atom)