Jumat, 15 Mei 2009

Suka Duka jadi Rekruter di Pedalaman (3)

Untuk tulisan kali ini, saya akan menulis sebuah kisah yang tidak dapat dikategorikan dalam kisah suka maupun duka karena mencakup dua-duanya. Anda pernah merasa mual dan ingin muntah gara-gara menginterview kandidat ? Saya pernah! Bahkan hal ini saya alami berkali-kali.

Bekerja di suatu daerah yang belum tersentuh oleh canggihnya metode pengelolaan SDM, dimana HRD masih dianggap sama dengan Personalia, membuat saya harus melakukan banyak penyesuaian. Untuk merekrut tenaga kerja, utamanya lulusan STM, perusahaan saya bekerja sama dengan BLK setempat. Maksud hati ingin mempermudah rekrutmen, malahan membuat saya lelah tiada duanya. Ini karena pihak BLK belum sepenuhnya paham bagaimana caranya memfasilitasi kebutuhan perusahaan. Bayangkan saja, ketika saya minta kandidat lulusan dari BLK, saya diberi nyaris 30 lamaran yang harus saya proses pada hari interview. Di satu sisi, hal tersebut adalah keuntungan karena saya jadi punya banyak pilihan, tapi di lain sisi mulut saya jadi pegel euy dan banyak membuang waktu karena menginterview kandidat-kandidat yang sebenarnya tak masuk kualifikasi sama sekali. Bayangkan saja...mulut saya harus digunakan untuk mewawancarai 30 orang pada hari yang sama dengan rata-rata waktu interview 10 menit. Saya interview dari pk. 09.00-14.00 non stop. Benar benar melelahkan dan membuat kerongkongan kering. Sebenarnya saya bisa saja umumkan hari itu juga, bagi yang tidak memenuhi kualifikasi-misal pendidikan kurang, umur berlebih-untuk tidak ikut interview, tapi saya takut mengecewakan mereka dan berakhir dengan kejadian anarkis alias saya didemo oleh mereka. *akhir-akhir ini saya memang cari aman. hehehe* Jadi, mau tak mau saya interview semua kandidat yang datang hari itu. Fiuh! Rasa haus dan lapar yang menyerang karena interview 5 jam non stop membuat saya sering kehilangan konsentrasi di peserta-peserta akhir.

Selain mulut pegel dan perut keroncongan, ada satu hal lagi yang membuat saya nyaris pingsan dan mual ketika interview, yaitu bau badan. Yup....BAU BADAN! Entah apa yang dimakan oleh para kandidat ini, dari radius 100 m, ketika mereka memasuki ruang interview, saya langsung lemas mencium bau badan mereka. Campuran antara bau bawang, amis, dan bau kecut sekaligus. Teman-teman sering menjuluki kandidat-kandidat saya dengan sebutan 'manusia berketek empat'. Duh...kenapa si mereka sebelum interview tidak pakai deodoran ? Hmm...jangankan pakai deodoran, datang ke tempat interview saja mereka menggunakan pakaian seadanya, bahkan ada yang bercelana pendek dan bersandal jepit. Kalau sudah begini, saya jadi rindu merekrut di kota-kota besar dimana kandidat-kandidatnya selalu berpakaian rapi, dan berbau harum.

Tapi, inilah konsekuensi bekerja di daerah yang jauh dari ibu kota dimana penampilan adalah harga mutlak. Disini, Anda tak perlu berpenampilan rapi dan berbau harum untuk bisa bekerja karena yang terpenting adalah memiliki kemampuan yang bisa dijual dan semangat untuk bekerja keras. *cover doesn't need at all*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar