Minggu, 22 Mei 2011

Titik Nol

Titik Nol...
Bukan...saya tak hendak bercerita tentang kisah Agustinus Wibowo yang
berjudul sama dan dimuat di Kompas beberapa tahun yang lalu. Saya
ingin bercerita tentang Titik Nol saya sendiri. Apa arti bilangan nol
buat saya? Nol adalah kosong, nol adalah sebuah kehampaan atau
ketiadaan dan nol adalah sebuah lingkaran tak terputus yang kadang
kecil bentuknya, namun kadang besar juga. Nol itulah kondisi saya
sekarang. Meskipun banyak orang tak percaya bahwa saya mengalaminya,
namun inilah fakta yang terjadi dan saya mengalaminya karena sebagian
besar adalah akibat dari kebodohan hakiki yang saya miliki.
Ketidakmampuan dan ketidakberdayaan di masa lalu menghempaskan saya
dari angka puncak menuju angka terendah,yaitu 0 (nol).
Saya memutuskan keluar dari pekerjaan saya yang sedang di puncak
karier. Apa salahnya dengan itu? Tak ada yang salah jika saya
mendapatkan yang lebih baik dari pekerjaan sekarang. Tapi
kenyataannya, saya keluar dari pekerjaan saya saat ini dan belum
mendapatkan pekerjaan baru. Saya mengambil resiko besar di tengah
beberapa kondisi yang kurang menguntungkan buat saya. Mengakhiri
pekerjaan yang merupakan satu-satunya sumber penghasilan saya, yang
merupakan kebanggaan saya selama kurun waktu 3 tahun, dan menjadi
tanda eksistensi saya setelah saya melepas status pelajar. Bukan hal
yang mudah untuk saya hadapi karena saya terbiasa memiliki sesuatu
yang pasti dalam hidup saya. Saya terbiasa hidup dalam sebuah
keteraturan, biasa mengontrol segala sesuatu dan sekarang, saya tak
punya apa-apa. Seperti kembali ke titik nol ketika lulus dari
kuliah-berburu pekerjaan, survival dengan bekal seadanya karena tak
lagi bisa bergantung pada orang tua. Sebuah kondisi yang tak
mengenakkan...
Dan, kondisi ini ditambah lagi dengan bekal finansial yang tidak
mencukupi bahkan minus karena sebuah peristiwa yang tak mengenakkan di
akhir tahun berhasil menguras uang tabungan saya. Lengkaplah sudah
titik nol saya!
Apa yang sudah saya lakukan mengatasi hal ini? Nyaris tak ada! Saya
bahkan seperti terseret ke dalam arus putaran episode 'mengasihani
diri sendiri'. Saya berkutat dengan kegalauan perasaan-perasaan yang
saya rasakan semenjak kehidupan saya merosot. Perasaan malu, rendah
diri, tak berdaya, gengsi, kuatir menjadi satu dan saya bingung
bagaimana menghadapinya. Saya hanya takut saya melakukan hal yang
bodoh selama masa titik nol ini. Tapi untunglah, saya masih diberikan
akal sehat dan lingkungan pergaulan yang positif sehingga titik nol
perlahan bertumbuh dan berkembang meninggalkan titik statisnya. Memang
terkadang saya merasa frustasi dan kembali ke titik statis, namun
setiap kali saya jatuh, Tuhan selalu mengirimkan malaikat-malaikat tak
bersayapnya berupa teman yang mengingatkan saya untuk terus berjuang
dan yang terpenting membangkitkan rasa percaya diri saya bahwa saya
memang special!
Sebuah coretan untuk meredakan kecemasan, membuat saya untuk tetap
berpikiran 'waras' dan kelak sebagai pengingat jika saya sudah kembali
di titik teratas...
--
Sent from my mobile device

Tidak ada komentar:

Posting Komentar