Senin, 16 Mei 2011

Flores...family and love - bagian 2!

Seperti halnya daerah Indonesia Timur yang lain, ikatan kekerabatan di Flores juga sangat erat. Kakak adik tinggal berdekatan meskipun sudah memiliki keluarga masing-masing. Keluarga pasangan saya juga begitu. Orang tua pasangan saya sudah menyiapkan 3 rumah untuk nantinya diberikan kepada masing-masing anaknya yang kesemuanya berada dalam 1 kompleks. Jadi bisa dibayangkan bagaimana ramainya jika nanti kami semua tinggal disitu. Nenek dari mama tinggal tak jauh juga dari rumah orang tua pasangan saya dan usianya-pun sudah sangat lanjut, yaitu 97 tahun. Hebatnya, beliau masih tegap berdiri dan sanggup ke kebun untuk bercocok tanam...! Di Flores, sebutan Nenek berlaku pada laki-laki dan perempuan, tak seperti di Jawa dimana Nenek selalu merujuk pada perempuan. *dan ini baru saya ketahui setelah 3 hari berada di Flores-bodoh!* Sebutan untuk laki-laki adalah Nenek Ama dan sebutan untuk perempuan adalah Nenek Ina.

Disana, saya merasakan suasana kekeluargaan yang hangat dan erat sekali. Saya tak tahu persis apakah ini berlaku pada keluarga Flores yang lain atau memang kebetulan suasana kekeluargaan yang hangat itu hanya dimiliki oleh keluarga pasangan saya. Kata Om yang merasuki kakak perempuan (baca tulisan bagian 1), "Orang Maumere itu makannya banyak, omongnya juga banyak". Maksudnya adalah orang Maumere suka makan dan suka mengobrol . Dan kata-kata Om itu memang ada benarnya. Saya yang tak terbiasa makan pagi dipaksa untuk makan 6 kali sehari dengan porsi yang lumayan besar dan tetap saja buat mereka, saya itu ukurannya kurang makan. Hehehe...porsi makan saya sama dengan porsi makan keponakan pasangan saya yang usianya 6 tahun. Acara makan adalah acara yang penuh kehangatan karena makan sering dilakukan bersama-sama dan lauk seadanya-pun terasa nikmat di lidah ketika seluruh anggota keluarga berkumpul, duduk bersama untuk menikmati hidangan. Menu favorit keluarga adalah ikan bakar dan hore...saya berhasil membersihkan ikan dan membuat bumbu ikan bakar di bawah bimbingan pasangan saya. Pernah suatu hari, kami makan ikan jam 12 malam karena tak sabar menikmati ikan yang dibawa oleh kakak ipar pasangan saya dari tempatnya bertugas dan memang tak sia-sia membakar ikan tengah malam karena hasilnya memang luar biasa enak. Di sana, nasi 1 rice cooker ukuran sedang habis untuk 1 kali makan, sedangkan di rumah saya, 1 rice cooker ukuran sedang untuk makan seharian dan kadang esok paginya masih ada sisa. Tapi ternyata makan ikan bakar lebih nikmat dengan pisang yang digoreng tanpa tepung atau dibakar. Sayang, sambal disana terasa asin di lidah saya. Dapur juga rasanya tak pernah istirahat untuk terus men-supply kebutuhan makan dan berkumpul seluruh anggota keluarga.
Selesai makan, keluarga biasanya berkumpul untuk bercerita dan mengobrol. Event inilah yang disebut Om sebagai 'banyak omong'. Semua cerita mengalir tak henti-henti, dari obrolan tentang masa lalu, masa sekarang,  masa depan hingga obrolan omong kosong dan mereka betah berjam-jam untuk melakukan hal itu serta melakukannya dengan suara yang lantang. Stamina mereka memang hebat. Tak perlu jamuan makan mewah untuk menyatukan keluarga dalam sebuah kehangatan. Saya belajar bahwa cara memasak yang natural dan sederhana ternyata mampu membawa suasana kehangatan dalam keluarga karena semuanya dilakukan dengan semangat melayani seluruh keluarga dan gotong royong. 

Di keluarga bapa pasangan saya ada seorang tante yang tak menikah, begitu pula di keluarga mama. Menurut pasangan saya, ini adalah sebuah tradisi bahwa salah satu anak perempuan tidak boleh menikah agar tinggal di rumah orang tuanya dan merawat orang tuanya dalam usia senja hingga meninggal. Sebuah bentuk pengabdian yang hanya dapat dipahami dalam sebuah sistem kekeluargaan yang erat. Entah apa kata LSM pemberdayaan perempuan atau HAM tentang hal ini. Saya rasa mereka tak bisa mengatakan pengabdian tersebut sebagai sebuah bentuk pemaksaan kehendak atau pemasungan hak perempuan karena saya yakin semuanya melakukan hal itu dengan semangat kasih dan pelayanan terhadap keluarga. Namun rasanya hal itu sekarang sulit dilakukan seiring dengan jumlah anak yang semakin sedikit.

Dari keluarga pasangan saya *tak berani membuat generalisasi keluarga Flores pada umumnya-butuh riset lebih dalam*, saya belajar tentang arti sebuah cinta, pelayanan dan pengabdian.


- to be continued to part 3...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar