Kamis, 18 Juni 2009

Suka Duka jadi Rekruter di Pedalaman (5)

Beberapa hari yang lalu saya mengalami suatu kejadian yang tak mengenakkan hati. Belum juga jarum jam menunjukkan pk. 10.00 WIT, di tengah-tengah hiruk pikuk karyawan yang akan berangkat ke site, saya didatangi kembali oleh seorang pelamar yang selama berbulan-bulan setia menyatroni kantor saya dan sempat sebulan ini menghilang ke Tanah Merah. Jika biasanya ia hanya setia duduk berjam-jam di ruang tamu menunggu lamarannya diproses, kali ini dia datang langsung masuk ke kantor saya dan marah-marah. Rupanya ia sudah kehilangan kesabaran meskipun saya bilang bahwa saya telah memanggilnya untuk diseleksi, tapi saat saya panggil dia sedang berada di Tanah Merah. Dan, dia tetap ngotot menuduh saya tidak memprosesnya. Duh!

Dia memaki-maki saya sambil mengeluarkan kata-kata binatang dan kata-kata jorok lainnya yang sungguh sangat menyakitkan hati. Dia masih menambahi juga dengan ancaman bahwa dia akan mencelakakan saya di jalan dan juga merekam seluruh pembicaraan saat itu. Terakhir, dia membanting map lamarannya di depan muka saya. Bohong jika saya baik-baik saja menghadapi pelamar ini karena meskipun saya memasang muka dingin dan menatap matanya terus, hati saya berdegup kencang. Saya takut jika ia bertindak nekat dan membahayakan nyawa saya, apalagi saat itu saya hanya berdua saja dengan pelamar itu di ruangan. 15 menit berlalu dan dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan reda amarahnya. Polisi yang menjaga kantor akhirnya masuk karena mendengar suara ribut-ribut di ruangan saya, tapi sang pelamar baru bisa tenang setelah marah-marah selama 30 menit.

Ketika dia sudah agak tenang, saya ganti menggertak dia *sifat tak mau mengalah saya muncul dalam keadaan tertekan* Saya berikan dia sebuah kesempatan untuk menjadi sopir dump truck di site, tapi saya bilang bahwa penilaian saya terhadap dia sudah berkurang dengan sikapnya tersebut. Pelamar yang tadinya memaki-maki saya akhirnya sibuk memberikan penjelasan atas sikapnya dan meminta maaf. Hehehehehe...dalam hati saya bangga juga pada diri sendiri karena berhasil menghadapi situasi 'genting' dengan tenang, padahal saya biasanya adalah pribadi yang mudah tersulut emosinya.

Esok lusanya, dia siap naik ke site. Dan ketika saya memberikan surat pengantar untuknya, ia memberikan sebongkah emas putih seukuran kelereng untuk saya. Saya terhenyak tapi tak perlu berpikir lama untuk menolak pemberiannya. *lamaran kerja saja dia minta kembali apalagi emas* Saya ingin menunjukkan pada pelamar tersebut, bahwa saya bekerja mengikuti aturan dan tak mau menerima imbalan atas pekerjaan yang memang sudah seharusnya saya lakukan. Mudah-mudahan saja si bapak pelamar itu benar-benar memegang janjinya untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan tidak akan membuat keributan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar