Rabu, 22 September 2010

Reuni

gambar diambil dari sini
Menjelang libur hari raya yang biasanya lumayan panjang, seperti Lebaran dan Natalan, biasanya saya mendapatkan banyak email atau sms atau telpon yang isinya mengajak dan membahas tentang reuni. Lebaran tahun ini, saya mendapat undangan untuk reuni dari 2 komunitas. Dua-duanya dari komunitas ketika saya kuliah, yang satu dari teman-teman satu angkatan dan yang satunya lagi dari teman-teman organisasi pecinta alam. Itu adalah yang formal. Yang informal alias ajakan ketemuan kecil-kecilan juga ada. Tahun ini, teman-teman SMA tidak mengadakan reuni besar seperti tahun lalu, tapi bentuknya hanya silaturahmi kecil saja. 
Lama rasanya saya tidak mengikuti even yang bernama reuni sejak saya bekerja jauh di pedalaman Papua. Even reuni yang masih sering saya ikuti dan rasanya menjadi kewajiban adalah acara camping Palapsi ketika hari ulang tahunnya bulan Juni. Dan, kini Palapsi akan mengadakan camping lagi dalam rangka silaturahmi lebaran. Melihat dari pembahasan-pembahasan di email, camping kali ini lebih ramai dan seru dibandingkan camping HUT dan ini betul-betul membuat saya iri. Saya ingin datang ke acara reuni yang ramai seperti itu. 

Reuni...kata itu bagi beberapa orang merupakan obat dahaga akan kerinduan terhadap teman-teman lama, kerinduan untuk berbagi cerita dan pengalaman setelah berpisah sekian tahun. Namun tak jarang reuni juga merupakan momok bagi sebagian yang lain karena rasa-rasa aneh yang kerap menjalari orang-orang yang 'dianggap kurang sukses' oleh komunitasnya. Rasa minder, tidak percaya diri karena berbeda profesi dengan komunitas yang mengundang reuni atau merasa tidak sesukses teman-teman dalam komunitas tersebut. Reuni juga menjadi momok bagi orang-orang yang banyak memiliki 'dosa' ketika dulu aktif dalam komunitas tersebut. Meskipun kejadiannya sudah lama berselang, namun ajang reuni kerap kali membuka luka-luka lama dan ketika kejadian-kejadian memalukan tersebut diungkap kembali dalam reuni *dan itu memang selalu terjadi dalam reuni*, banyak yang tak siap untuk menerima kenyataan bahwa dirinya adalah sang pembuat dosa. Rasa bersalah yang besar membuat ajang reuni bagai duri dalam daging.

Reuni seharusnya menjadi ajang untuk membuka kembali tali silaturahmi yang terputus setelah bertahun-tahun tak bertemu. Tali silaturahmi dapat tersambung kembali dengan cara mengenang kembali apa yang pernah terjadi bertahun-tahun yang lalu dan juga mencari jalan untuk kembali 'connect' di masa yang akan datang melalui hubungan-hubungan baru. Namun sering kali reuni tak menemukan maknanya ketika dibuat terlalu gemerlap dan akhirnya menjadi ajang pamer para anggotanya atas pencapaian yang diperolehnya sejak berpisah dari komunitas. Banyak yang melakukan 'make over' atas dirinya sendiri agar tampak 'lebih' dibandingkan teman-teman lamanya dan tidak menanggung malu. Jika sudah begini, maka reuni-pun kehilangan esensinya. Oleh karena itu, banyak yang kemudian malas untuk datang reuni ketika menyadari bahwa reuni tersebut akan berakhir membosankan dan hanya menjadi ajang pamer kesuksesan dan kekayaan. 


Reuni seperti apakah yang Anda ikuti tahun ini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar