Selasa, 03 November 2009

PARANOID

Bumi Indonesia tengah bergolak menyesuaikan dirinya ke dalam bentuk yang pas. Pergolakan itu-pun dirasakan sebagai gempa dan meluluhlantakkan segala sesuatu yang ada di atas permukaan. Terakhir, gempa dahsyat membuat Padang menjadi porak poranda. Dan tak lama kemudian, gempa-gempa kecil-pun terasa di beberapa tempat di seluruh Indonesia, hanya Kalimantan saja yang tidak tersentuh *sepertinya tinggal di Kalimantan cukup menyenangkan*. Bencana sekecil apapun dengan dampak yang sekecil apapun pasti akan membuat orang yang mengalaminya merasakan trauma. Adik sepupu saya yang tinggal di Jogja pada saat gempa terjadi pada tahun 2004 selama beberapa saat selalu shock setiap kali mendengar suara ribut. Keluarga di Jogja juga tak pernah mengunci pintu rumahnya selama beberapa waktu karena takut tak bisa melarikan diri jika gempa terjadi. Ruang tamu-pun menjadi pilihan yang paling praktis untuk tidur karena letaknya yang dekat dengan pintu keluar.

Saya bersyukur pada Sang Pencipta Alam Semesta karena tak pernah berada di tempat yang dilanda bencana *matur nuwun Gusti Allah* sehingga saya tak mengalami trauma. Namun, pemberitaan media massa yang gencar dan bertubi-tubi menayangkan berbagai bencana tak urung membuat nyali saya-pun ciut. Manusia memang hanyalah setitik noktah di alam semesta ini sehingga wajar jika rasa takut melekat padanya. Memang saya tak mengalami trauma, karena saya tak pernah mengalami kejadian yang traumatis, tapi saya menjadi paranoid. Saya sering merasakan ketakutan yang tak berdasar sehingga seringkali merasa khawatir dan was-was yang berlebihan. Panca indra saya-pun dirangsang bekerja lebih keras untuk merasakan hal-hal yang saya kuatirkan. Beberapa kebiasaan-pun terpaksa dirubah atas dasar rasa takut. Jika orang-orang ahli agama atau religius mencerna apa yang saya rasakan ini maka tak pelak mereka pasti akan melabel saya kurang pasrah dan tidak percaya akan kehendak Tuhan. Mungkin saja...tapi yang jelas, perasaan ketakutan dan kecemasan tak dapat dikontrol kapan datangnya...hanya insting saja bahwa semua tidak baik-baik saja dan segala kemungkinan dapat terjadi dalam hidup saya, termasuk tertimpa bencana.

Apakah anda merasakan hal yang sama dengan saya ?


2 komentar:

  1. kalo nggak salah udah 3 kali aku ngerasain gempa selama di jakarta. tiga-tiganya lagi di dalam gedung bertingkat. turun lewat lift, nggak mungkin. lewat pintu darurat juga masih mikir-mikir. selain gak aman karena katanya tangga darurat nggak didesain untuk gempa, juga pasti rame. akhirnya cuma bisa pasrah. alhamdulillah, baik-baik aja..

    setelah gempa, alarm badan rasanya lebih peka. dikit-dikit ngerasa goyang. supaya lebih yakin, di atas meja harus ada air utk indikator gempa. efek trauma kayaknya..

    BalasHapus
  2. hmmm...ngomong2 soal gempa jogja, bukannya taun 2006, deb?? soalnya thn 2004 ak ngerasa gak ada gempa... dan lagi setelah gempa aku ketemu pria yang akhirnya (dan semoga akan selalu) mengiringi perjalanan hidupku... ^_^

    BalasHapus