Minggu, 10 Oktober 2010

Mimpi yang tak terwujud

Dulu dan sampai sekarang saya punya mimpi yang terdalam, yaitu berjalan-jalan keliling dunia menyelami kearifan lokal. Namun seiring berjalannya waktu dan pertambahan usia, mimpi itu sepertinya harus saya lupakan. Saya masih ingat alasan saya menerima pekerjaan di negeri antah berantah seperti sekarang, jauh dari kampung halaman saya. Tujuannya cuma satu, yaitu punya uang banyak dan cuti terjadwal sehingga mimpi saya untuk jalan-jalan-pun akan terwujud. Namun pelaksanaan tak pernah seindah rencana. Waktu cuti yang terus mengalami revisi karena menyesuaikan dengan kondisi perusahaan membuat saya tak bisa merencanakan perjalanan dengan baik. Ditambah lagi tuntutan keluarga yang ingin bertemu dengan anaknya yang jarang pulang membuat saya tak bisa dengan bebas menggunakan waktu cuti saya sepenuhnya untuk jalan-jalan seperti impian saya semula. Dan kemudian, muncullah seseorang yang akan menjadi pasangan hidup saya. Hobby yang berbeda dan target hidup ke depan untuk segera menikah membuat mimpi saya-pun semakin menjauh dari kehidupan saya...semakin kabur...menghilang dan akhirnya hanya menjadi tiada. Sungguh tragis memang nasib mimpi saya. 

Untuk tetap mengingatkan saya bahwa saya punya mimpi menjadi traveller atau petualang, maka saya mengikuti milis backpacker. Dan saya semakin merana setiap kali membaca diskusi-diskusi di milis yang banyak mengulas tentang bagaimana cara melakukan perjalanan dengan murah ke berbagai belahan dunia. Saya iri berat pada penggiat milis tersebut bagaimana mereka punya segala sumber daya untuk jalan-jalan ke seluruh belahan dunia dengan berbagai tujuan. Mengapa saya tak bisa seperti mereka ? Pertanyaan itu terus menari-nari dalam benak saya dan membuat saya down karena rasanya mustahil bagi saya untuk mewujudkan mimpi tersebut apalagi dengan kondisi saya sekarang. 
Mungkin sebenarnya saya pernah punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi tersebut, tapi saya melewatkannya begitu saja. Saya seringkali takut untuk keluar dari zona nyaman saya demi mewujudkan mimpi saya. Saya yang terbiasa hidup penuh dengan perencanaan dan penuh pertimbangan terhadap perasaan orang lain tentu saja tak bisa meninggalkan segalanya demi sebuah perjalanan yang hanya bisa saya rasakan sendiri kenikmatannya. Saya bukanlah pengambil resiko, tak seperti Agustinus Wibowo. Dia berasal dari keluarga mapan dan hidupnya lurus-lurus saja hingga ia belajar di China dan melakukan perjalanan pertamanya ke Mongolia. Dari situlah ia kemudian memutuskan untuk menjadi traveller atau backpacker...meninggalkan segalanya demi keindahan dunia yang tak dapat dilihat oleh semua orang. Menghadapi bahaya dan kesengsaraan demi menyelami intisari kehidupan manusia di berbagai belahan dunia. Sungguh...saya tak seberani dia! Sakit dan sedih rasanya jika membaca perjalanan hidupnya. Saya sedih karena saya tak seberani dia yang dilahirkan di tahun yang sama dengan saya dan di daerah yang sama. Logikanya...dengan kapasitas yang sama dan kesempatan yang sama, harusnya saya bisa seperti dia tapi nyatanya saya tak pernah berani melepaskan genggaman saya pada sesuatu yang sudah pasti untuk melakukan ketidakpastian. Dan, mungkin inilah yang membuat mimpi saya tak akan pernah terwujud. Karena saya tak pernah punya keberanian itu, sekarang saya harus menanggung akibatnya dan belajar untuk merelakan mimpi saya pergi, dibawa angin entah kemana...! 
 

1 komentar:

  1. lalu, apa mimpimu sekarang spekuk? bukankah manusia harus tetap bermimpi?

    BalasHapus