Jumat, 20 Agustus 2010

Komitmen = hilang kebebasan ?

Seringkali orang bertanya mengapa saya masih betah sendiri di usia yang sudah layak disebut 'tak muda lagi', apalagi yang saya cari-demikian orang sering bertanya pada saya. Saya bukanlah perempuan yang tak laku-ada beberapa pria yang mendekati saya, bahkan berniat serius, dan saya adalah perempuan yang menurut ukuran sosial ekonomi cukup mapan karena punya penghasilan yang lumayan dan punya pekerjaan tetap dengan jabatan yang cukup tinggi, jadi apa lagi yang saya cari ? Saya tak mencari apa-apa, cuma entah mengapa kehidupan pernikahan terasa berat ketika dibayangkan apalagi dijalani. Saya takut menikah! Berpacaran it's ok, tapi menikah ? Saya perlu berpikir seribu kali untuk mengatakan 'Yes, I do' di depan altar gereja. 

Mengapa hal ini terjadi ? Mungkin jawabannya terletak pada cara hidup saya. Sejak kecil, hidup saya selalu ditentukan oleh orang lain. Dari menentukan sekolah dimana hingga baju seperti apa yang harus saya pakai. Waktu kecil, saya adalah pribadi yang kurang mandiri-saya ingat dulu selalu membontot/mengikuti kemanapun kakak saya pergi. Dia melakukan apa, saya-pun ikut. Akibatnya, saya jadi tak punya pendirian sendiri, tergantung pada kakak dan orang tua. Takut menyuarakan pendapat sendiri karena takut dimarahi. Saya jadi terkungkung dalam sangkar-tak berani untuk mengambil keputusan atau bertindak karena takut salah atau tak sesuai dengan harapan orang-orang di sekitar saya. 
Namun, hal itu berubah ketika saya pergi meninggalkan rumah untuk kuliah. Tuntutan untuk hidup mandiri-pun jelas di depan mata. Saya harus punya sikap sendiri dan berani mengambil keputusan sendiri. Keragu-raguan harus saya hapus dari benak saya karena saya harus berdiri di atas kaki saya sendiri. Dan, ternyata mandiri itu rasanya sangat menyenangkan. Saya sangat menikmati menjadi mandiri, hidup bebas tapi tetap bertanggung jawab. Namun, rupanya euforia kemandirian itu membuat petaka dalam hidup percintaan saya. Kesenangan untuk hidup bebas tak terikat menjadi hambatan ketika saya memiliki pasangan. Hidup berpasangan selalu membutuhkan sesuatu untuk mengikat yang lazim disebut dengan komitmen. Komitmen biasanya membutuhkan pengorbanan dan biasanya akan sedikit merenggut kebebasan masing-masing orang yang telah bersumpah setia dalam ikatan tersebut. Dan, saya takut untuk berkomitmen karena itu artinya saya harus kehilangan kesenangan saya untuk hidup bebas. 


Berkali-kali saya gagal menjalin akhir cinta yang manis dengan pasangan saya karena masalah kebebasan ini. Apa yang menurut saya sah dan wajar, ternyata buat pasangan sudah dianggap sebagai pelanggaran komitmen. Umumnya masalah yang sering terjadi adalah keinginan saya untuk tetap bebas berekspresi tidak sepenuhnya didukung oleh pasangan. Saya dituntut untuk lebih banyak membatasi diri ketika sudah berdua alias berpasangan. Ngobrol seru dengan pria lain dianggap sebagai pengkhianatan, jalan-jalan sendiri tidak boleh karena dianggap tidak pantas, bekerja sampai larut tak diijinkan karena harus punya waktu lebih banyak untuk pasangan. Dan, setiap kali memikirkan kesenangan-kesenangan yang akan terenggut itu, saya langsung bersikap antipati terhadap komitmen. Saya ketakutan akan kembali ke masa kecil saya dimana saya tak berani bersikap karena takut dimarahi atau takut tak sesuai dengan harapan orang-orang yang saya cintai. Saya tak mau melepaskan kesenangan yang sudah terlanjur saya nikmati. Saya takut kembali terkungkung dalam sangkar dan tak bisa menikmati indahnya dunia. Mungkin itu sebabnya banyak orang yang sudah menikah, sangat mendambakan 'me-time', suatu waktu dimana mereka bisa fokus untuk melakukan hobbynya sendiri. Dan, menurut saya itu adalah hal yang sangat sulit didapatkan dalam hidup pernikahan.


Namun, cepat atau lambat saya harus segera membuat keputusan...mengikatkan diri dengan seseorang dan tak lagi bebas ATAU memilih untuk bebas dan terlambat untuk menikah. Terus terang, sampai detik ini ketika hati saya telah memilih seseorang, perasaan saya belum solid. Ketakutan-ketakutan akan konsekuensi yang harus dijalani ketika membuat komitmen sehidup semati tak bisa dihapuskan begitu saja dari benak dan keinginan-keinginan untuk hidup bebas sendiri tak bisa begitu saja lenyap dari lubuk hati yang paling dalam. 
Haruskah saya tinggalkan semua hobby saya, seperti backpacking atau berkegiatan di alam bebas atau membaca di dalam kesendirian ? Hiks...Sedih rasanya membayangkan kehilangan semua itu...! Saya memang perlu banyak belajar untuk menjalani hidup ini...menyeimbangkan semua hal agar tak merasa tersiksa dan ikhlas ketika menjalani setiap episode kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar