Beberapa waktu yang lalu saya membeli buku 5 Menara karangan A. Fuadi di Kompas Gramedia Book Fair. Sudah tertarik dengan buku ini lama, tapi baru kesampaian membelinya kemarin karena ada diskon besar. *gak mau rugi.com* Buku ini berkisah tentang perjuangan seorang bocah Padang bernama Alif Fikri dalam menamatkan pendidikannya di Pondok Madani (PM)-sebuah pondok pesantren modern di Ponorogo. Menimba ilmu di PM bukanlah cita-citanya karena bagi anak-anak usianya masuk pondok pesantren sama sekali tidaklah keren, namun karena desakan orang tuanya dan demi baktinya kepada ayah-ibu, maka ia dengan setengah hati masuk ke PM. Namun, ternyata pendidikan di PM jauh dari bayangan Alif. Disana ia dididik dengan keras oleh para kyai dengan dibekali slogan-slogan yang bertujuan untuk menuntun langkah agar tampil menjadi orang yang sukses, salah satunya adalah Man Jadda Wajadda yang artinya siapa yang berusaha sungguh-sungguh maka akan memperoleh kesuksesan.
Yes, I'm totally agree with that! Man Jadda Wajadda terasa enak di dengar di telinga, tapi pelaksanaannya tak pernah seindah kata-katanya. Siapa yang dalam episode kehidupannya tak pernah merasakan yang namanya putus asa ? Saya rasa tak ada satu orang-pun yang tak pernah menyerah ketika menjalani hidup di dunia yang penuh kompleksitas ini. Ok...mungkin tidak menyerah sepenuhnya dan berhenti berusaha, tapi pernahkah Anda mengatakan pada diri sendiri..."Ah malam ini cukup belajarnya, besok kan masih ada waktu" atau "Aku sudah ngantuk, besok saja aku teruskan tugas ini". Saya sering sekali mengucapkan itu dan benar-benar melakukannya ketika fisik sudah lelah dan semangat kendor karena buntu pikiran. Dan, jika begini maka bisa dibilang saya telah gagal menerapkan Man Jadda Wajadda. Menurut Kyai Rais, pimpinan PM dalam novel 5 Menara, Man Jadda Wajadda berarti going extra miles-berusaha di atas rata-rata orang lain. Rasa kantuk itu wajar apalagi jika kita sudah menguras energi habis-habisan, namun apakah kita harus menyerah pada rasa kantuk dan menyia-nyiakan kesempatan dan waktu untuk mendapatkan sesuatu yang lebih ? Kenapa kita sering mudah menyerah pada batasan-batasan fisik ketika sedang berjuang untuk meraih sesuatu ? Kalau iya, berarti kita kurang berusaha sungguh-sungguh sehingga ganjaran sukses-pun akan tertunda datangnya.
Semasa kuliah, saya ikut kegiatan pecinta alam. Slogan yang diteriakkan di organisasi itu tentu saja bukan Man Jadda Wajadda seperti di PM, namun memiliki esensi yang kurang lebih sama : Never Give Up! Menolak untuk menyerah! Saya ingat mengikuti kegiatan pendakian gunung tahun 2000 di Merbabu. Itu adalah pengalaman naik gunung pertama saya dan tentu saja saya diliputi perasaan takut sekaligus penasaran untuk mencapai puncaknya. Naik gunung memang tak pernah mudah-sudah capek capek naik, harus turun lagi dan di puncak cuma sebentar sekali. Malam pendakian, saya muntah-muntah di tengah jalur pendakian karena campuran masuk angin dan grogi. Namun, teman-teman senior tidak membiarkan saya terkapar di setengah perjalanan itu. Mereka menemani saya dengan setia sambil memompa semangat saya untuk terus berjuang...Never Give Up! Langkah demi langkah kecil saya jejakkan di punggung Merbabu. Setiap kali saya merasa lelah, mereka akan terus menyoraki saya untuk mencoba sedikit lebih tinggi lagi...lagi dan lagi...hingga akhirnya...huray! Saya mencapai puncak Merbabu. Saya menangis terharu ketika tiba di puncaknya. Hari telah terang tanah, saya kehilangan momen sunrise tapi itu tetap perjuangan terindah saya. Bayangkan jika saya tak pernah mencoba lagi dan lagi, maka saya tak akan pernah sampai puncak Merbabu dan saya akan dikejar mimpi penasaran di kemudian hari dan kehilangan uang bantingan tanpa mendapatkan apa-apa.
Man Jadda Wajadda...siapa yang bersungguh-sungguh akan memperoleh kesuksesan maka berusahalah di atas rata-rata orang lain-going extra miles!
Never Give Up...Menolak untuk menyerah, maka jika merasa sudah lelah, teruslah mencoba sedikit lagi...lagi dan lagi hingga akhirnya mencapai garis finish atau kesuksesan...!