Tahun ini merupakan tahun pertama saya merayakan Lebaran di site setelah dua tahun lebaran di kota Merauke. Sungguh teramat sepi...! Di kota Merauke saja suasana terasa sepi, beda dengan di Jawa, apalagi di site. Pagi-pagi, teman-teman yang merayakan lebaran yang jumlahnya-pun tak seberapa berbondong-bondong *terlalu hiperbolis sebenarnya menggunakan kata berbondong-bondong mengingat jumlahnya tak sampai 30 orang* ke mesjid untuk menunaikan sholat Ied. Sementara saya bisa ditebak...bangun kesiangan! Jam setengah sembilan saya baru bangun. He he he... bangun siang adalah hal yang tak bisa saya lakukan kalau lebaran di Jawa, apalagi di tempat simbah. Berani bangun lewat jam 6 saja, pasti sudah kena omelan karena anak cucu yang tidak ikut sholat Ied harus menyiapkan berbagai hidangan untuk tamu-tamu simbah yang banyak sekali jumlahnya plus membersihkan rumah agar tampak kinclong sedikit. *sebuah ritual yang sebenarnya melelahkan tapi selalu dirindukan jika tak dilakukan* Saya sudah 3 tahun tidak berlebaran di rumah simbah dan tidak menginjakkan kaki di Jawa-sudah seperti bang Thoyib. Buat saya yang masih single *mudah-mudahan tahun depan sudah double:p* dan memang sebenarnya tidak merayakan lebaran mungkin tak terasa menyakitkan, tapi buat teman-teman yang pada umumnya bapak-bapak yang sudah menikah, lebaran di site pasti terasa mengharu biru. Biasanya bertemu dengan istri, anak, orang tua, mertua dan kerabat sekarang hanya bisa lebaran sendiri ditemani oleh teman-teman lain yang sama merananya.
Setelah bangun tidur, saya bergegas mandi untuk kemudian akan melakukan anjang sana ke rumah-rumah teman-teman yang lebaran. Hanya 3 rumah saja yang bisa dikunjungi karena yang lain setelah sholat ied, sudah kembali bekerja biasa. Beginilah jika hidup di dunia kapitalis industri-tak ada nafas untuk sekedar duduk dan bercengkrama dengan teman dan kerabat berbagi rasa. Sungguh terasa menyesakkan dada menemui mereka. Meskipun tak diungkapkan dengan kata-kata, namun sorot mata mereka jelas sekali menyiratkan kerinduan yang dalam kepada suasana lebaran di kampung. Biasanya jika anjang sana atau silaturahmi, kita akan kenyang dengan berbagai hidangan, maka di site sangat berbeda. Ada snack kecil saja sudah sangat lumayan. Untungnya teman-teman dapur membuat ketupat sehingga lebaran-pun tetap tak kehilangan ciri khasnya. *terima kasih untuk teman-teman dapur yang begadang sampai jam 2 pagi untuk membuat ketupat. salute!* Semoga pengorbanan teman-teman yang tak bisa lebaran di kampung halaman mendapatkan balasan yang setimpal. Keluarga mereka tetap diberikan kebahagiaan meskipun sang kepala keluarga tak ada di tempat dan semoga tahun depan mereka bisa pulang kampung untuk merayakan meriahnya lebaran di kampung.
Selamat Lebaran, teman...Mohon Maaf Lahir dan Bathin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar