Seorang rekan kerja yang tak perlu disebutkan namanya terkenal karena kehebohannya. Hobbynya adalah membuat dunia persilatan geger, entah karena celotehannya yang bak air mengalir-tak bisa berhenti ataupun karena tingkah lakunya yang kadang-kadang dinilai ganjil oleh orang awam. Ia adalah seorang individu yang sangat...sangat percaya diri, jadi dia tak pernah ambil pusing bahwa tingkah lakunya tersebut membuat orang merasa tidak nyaman atau terkadang membuat orang pusing kepala. Dan, karena rasa percaya diri yang sangat tinggi tersebut, ia tak pernah mau disalahkan. Ia selalu punya sejuta alasan bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan jika sudah melakukan pembelaan diri, maka pengacara kelas wahid-pun akan kalah dalam adu argumentasi. Satu kata dari lawan bicara, sudah dibalasnya dengan rentetan kata bak peluru yang ditembakkan dari senapan otomatis. Pekak telinga ketika mendengarnya!
Di luar perilakunya yang aneh dan sering menyebalkan, sebenarnya ia adalah individu yang sangat perhatian pada orang lain dan ringan tangan. Namun, sayangnya terkadang kebaikannya tersebut terlalu berlebihan sehingga membuat orang lain risih dan akhirnya memilih untuk menjauh atau terkadang ada juga yang memanfaatkan kebaikan hatinya untuk kepentingan sendiri karena kebetulan rekan kerja saya memiliki posisi yang strategis di perusahaan. Nah...belum lama ini, dia membuat heboh lagi, yaitu ia dikritik oleh rekan kerja dari departemen lain karena hasil kerjanya tidak memuaskan. Dan sudah bisa ditebak akhir ceritanya, dia mengomel dan sibuk melakukan pembelaan diri. Ok-lah kalau pembelaan diri itu dilakukan dengan cara-cara yang elegan seperti menunjukkan bukti dan dengan tata bahasa yang sopan serta etika, tapi rekan kerja saya memilih melakukan pembelaan dengan cara-cara yang menurut saya malah menunjukkan ketidakmampuannya alias menunjukkan pepesan kosong. Malam-malam dia membangunkan atasan tertinggi hanya untuk menunjukkan bahwa dia tidak pantas dikomplain dan di setiap ruangan yang dia masuki, ia akan dengan sukarela mengoceh tentang orang-orang yang pernah komplain tentang kinerjanya dengan nada suara tinggi dan mengalir bak air bah. Akhirnya, orang memang tidak ada yang komplain, bukan karena takut, tapi mereka sudah pada titik jenuh dan malas berurusan dengan sang penembak kata-kata. Akibatnya, departemen yang dipimpin oleh rekan kerja saya itu tak pernah mengalami kemajuan sejak pertama kali dibentuk 2,5 tahun yang lalu. Tak ada inovasi...mati! Orang dipaksa untuk menerima standar pelayanan yang jelek dari departemen tersebut.
Mungkin saja departemen rekan kerja saya itu akan jadi departemen yang paling bagus dan paling banyak mendapat pujian mengingat fungsinya terhadap kenyamanan dan kelangsungan hajat hidup orang banyak jika saja rekan kerja saya itu mau sedikit mendengar komplain dan dengan segala rasa rendah hati menerima kritikan. Mengapa mesti membela diri dan menutup mata serta telinga jika itu untuk kebaikan ? Mungkin akar penyebab dari tak mau menerima kritik tersebut adalah tiadanya jiwa ksatria untuk mengakui kesalahan, selalu menganggap diri sendiri adalah yang benar atau sudah melakukan tindakan yang benar dan yang lain salah. Padahal bagi saya, semakin ngotot seseorang membela dirinya maka ia sebenarnya semakin kencang juga menyuarakan ketidakmampuannya untuk menampilkan kinerja terbaik. Itu sebabnya dia perlu membela diri, karena dia tak bisa memenuhi tuntutan yang lebih tinggi atau takut keluar dari zona nyaman yang sudah bertahun-tahun dibangunnya.
Afraid to get out from the box makes us think that our world never change and makes us easy to satisfied with everything and never accept other opinion!
Do you agree with me ?
sepertinya dia perlu belajar mendengarkan biar berjiwa ksatria.hehe... oya, blognya udah saya link ke blog saya.
BalasHapus